Custom Search

Wednesday, September 30, 2009

Kerajaan Tulang Bawang
Language : Inggris

1. Sejarah
Kerajaan Tulang Bawang merupakan salah satu kerajaan Hindu tertua di Nusantara. Tidak banyak catatan sejarah yang mengungkap fakta tentang kerajaan ini. Sebab, ketika Che-Li-P‘o Chie (Kerajaan Sriwijaya) berkembang, nama dan kebesaran Kerajaan Tulang Bawang justru pudar. Menurut catatan Tiongkok kuno, sekitar pertengahan abad ke-4 pernah ada seorang Bhiksu dan peziarah bernama Fa-Hien (337-422), ketika melakukan pelayaran ke India dan Srilangka, terdampar dan pernah singgah di sebuah kerajaan bernama To-Lang P‘o-Hwang (Tulang Bawang), tepatnya di pedalaman Chrqse (Sumatera).

Sumber lain menyebutkan bahwa ada seorang pujangga Tiongkok bernama I-Tsing yang pernah singgah di Swarna Dwipa (Sumatera). Tempat yang disinggahinya ternyata merupakan bagian dari Kerajaan Sriwijaya. Ketika itu, ia sempat melihat daerah bernama Selapon. Ia kemudian memberi nama daerah itu dengan istilah Tola P‘ohwang. Sebutan Tola P‘ohwang diambil dari ejaan Sela-pun. Untuk mengejanya, kata ini di lidah sang pujangga menjadi berbunyi so-la-po-un. Orang China umumnya berasal dari daerah Ke‘. I-Tsing, yang merupakan pendatang dari China Tartar dan lidahnya tidak bisa menyebutkan So, maka ejaan yang familiar baginya adalah To. Sehingga, kata solapun atau selapon disebutkan dengan sebutan Tola P‘ohwang. Lama kelamaan, sebutan itu menjadi Tolang Powang atau kemudian menjadi Tulang Bawang.

Kerajaan Sriwijaya merupakan federasi atau gabungan antara Kerajaan Melayu dan Kerajaan Tulang Bawang (Lampung). Pada masa kekuasaan Sriwijaya, pengaruh ajaran agama Hindu sangat kuat. Orang Melayu yang tidak dapat menerima ajaran tersebut, sehingga mereka kemudian menyingkir ke Skala Brak. Namun, ada sebagian orang Melayu yang menetap di Megalo dengan menjaga dan mempraktekkan budayanya sendiri yang masih eksis. Pada abad ke-7, nama Tola P‘ohwang diberi nama lain, yaitu Selampung, yang kemudian dikenal dengan nama Lampung.

Hingga kini, belum ada orang atau pihak yang dapat memastikan di mana pusat Kerajaan Tulang Bawang berada. Seorang ahli sejarah, Dr. J. W. Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini terletak di Way Tulang Bawang, yaitu antara Menggala dan Pagar Dewa, yang jaraknya sekitar radius 20 km dari pusat Kota Menggala. Jika ditilik secara geografis masa kini, kerajaan ini terletak di Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung, Indonesia.

Sekitar abad ke-15, Kota Manggala dan alur Sungai Tulang Bawang dikenal sebagai pusat perdagangan yang berkembang pesat, terutama dengan komoditi pertanian lada hitam. Konon, harga lada hitam yang ditawarkan kepada serikat dagang kolonial Belanda atau VOC (Oost–indische Compagnie) lebih murah dibandingkan dengan harga yang ditawarkan kepada pedagang-pedagang Banten. Oleh karenanya, komoditi ini amat terkenal di Eropa. Seiring dengan perkembangan zaman, Sungai Tulang Bawang menjadi dermaga “Boom” atau tempat bersandarnya kapal-kapal dagang dari berbagai penjuru Nusantara. Namun, cerita tentang kemajuan komoditi yang satu ini hanya tinggal rekaman sejarah saja.

Kerajaan Tulang Bawang tidak terwariskan menjadi sistem pemerintahan yang masih berkembang hingga kini. Nama kerajaan ini kemudian menjadi nama Kabupaten Tulang Bawang, namun sistem dan struktur pemerintahannya disesuaikan dengan perkembangan politik modern.

2. Periode Pemerintahan
Oleh karena tidak banyaknya catatan sejarah yang mengungkap fakta lebih dalam lagi seputar Kerajaan Tulang Bawang, maka data tentang periode pemerintahannya pun masih dalam proses pengumpulan.

3. Wilayah Kekuasaan
Kekuasaan Kerajaan Tulang Bawang mencakup wilayah yang kini lebih dikenal dengan Provinsi Lampung.

4. Struktur Pemerintahan
Struktur pemerintahan Kerajaan Tulang Bawang belum didapat datanya. Berikut ini akan dibahas tentang bagaimana sistem pemerintahan daerah Tulang Bawang pada masa pra-kemerdekaan, yaitu ketika daerah ini menjadi bagian dari pemerintahan Hindia Belanda. Pada tanggal 22 November 1808, pemerintahan Kesiden Lampung ditetapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda berada di bawah pengawasan langsung Gubernur Jenderal Herman Wiliam. Hal ini berakibat pada penataan ulang pemerintahan adat yang kemudian dijadikan alat untuk menarik simpati masyarakat. Pemerintah Hindia Belanda di bawah kekuasaan Gubernur Jenderal Herman Wiliam kemudian membentuk Pemerintahan Marga yang dipimpin oleh Kepala Marga (Kebuayan). Wilayah Tulang Bawang dibagi ke dalam tiga kebuayan, yaitu Buay Bulan, Buay Tegamoan, dan Buay Umpu. Pada tahun 1914, dibentuk kebuayan baru, yaitu Buay Aji.

Namun, sistem ini tidak berjalan lama karena pada tahun 1864 mulai dibentuk sistem Pemerintahan Pesirah berdasarkan Keputusan Kesiden Lampung No. 362/12 tanggal 31 Mei 1864. Sejak saat itu, pembangunan berbagai fasilitas yang menguntungkan kepentingan Hindia Belanda mulai dibangun, termasuk di Tulang Bawang. Ketika Kesiden Lampung dijajah oleh Jepang, tidak banyak hal yang berubah. Setelah Indonesia merdeka, Lampung ditetapkan sebagai keresidenan dalam wilayah Provinsi Sumatera Selatan. Setelah Indonesia merdeka, banyak terjadi perubahan sistem pemerintahan Lampung. Bahkan, sejak pemekaran wilayah provinsi marak terjadi di era otonomi daerah, Lampung ditetapkan sebagai wilayah provinsi yang terpisah dari Provinsi Sumatera Selatan. Sejak saat itu, status Menggala ditetapkan sebagai Kecamatan Menggala di bawah naungan Provinsi Lampung Utara.

Sejarah Kabupaten Tulang Bawang tidak berdiri begitu saja, melainkan melalui proses pertemuan penting antara sesepuh dan tokoh masyarakat bersama dengan pemerintah yang diadakan sejak tahun 1972. Pertemuan tersebut merencanakan pembentukan Provinsi Lampung menjadi sepuluh kabupaten/kota. Pada tahun 1981, Pemerintah Provinsi Lampung kemudian membentuk delapan Lembaga Pembantu Bupati, yang salah satunya adalah Bupati Lampung Utara Wilayah Menggala. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No.821.26/502 tanggal 8 Juni 1981, dibentuk wilayah kerja Pembantu Bupati Lampung Selatan, Lampung Tengah, dan Lampung Utara Wilayah Provinsi Lampung.

Melalui proses yang begitu panjang, akhirnya keberadaan Kabupaten Tulang Bawang diputuskan melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri pada tanggal 20 Maret 1997. Sebagai tindak lanjutnya, keputusan tersebut dikembangkan dalam UU No. 2 Tahun 1997 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Tulang Bawang dan Kabupaten Tingkat II Tagamus.

6. Kehidupan Sosial-Budaya
Ketika ditemukan oleh I-Tsing pada abad ke-4, kehidupan masyarakat Tulang Bawang masih tradisional. Meski demikian, mereka sudah pandai membuat kerajinan tangan dari logam besi dan membuat gula aren. Dalam perkembangan selanjutnya, kehidupan masyarakat Tulang Bawang juga masih ditandai dengan kegiatan ekonomi yang terus bergeliat. Pada abad ke-15, daerah Tulang Bawang dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan di Nusantara. Pada saat itu, komoditi lada hitam merupakan produk pertanian yang sangat diunggulkan. Deskripsi tentang kehidupan sosial-budaya masyarakat Tulang Bawang lainnya masih dalam proses pengumpulan data.

Sumber :
• www.lampungtengah.go.id.
• www.tulangbawang.go.id.
• www.id.wikipedia.org.
• http//melayuonline.com

Comments :

0 comments to “ ”


Post a Comment