tag:blogger.com,1999:blog-4529982391547633732023-11-16T17:50:54.285+07:00Lampung Tourism And Trafic MapArtikel kebudayaan Indonesia dan informasi objek wisata Lampung,serta sejarah Masyarakat lampung,afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.comBlogger73125tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-58561923658732640002009-10-06T14:25:00.004+07:002009-10-06T15:07:47.414+07:00<span style="color: rgb(51, 51, 255);font-size:130%;" ><span style="font-weight: bold;">Musik Bambu Hitada</span> <span style="font-weight: bold;">Kesenian Tradisional Maluku Utara</span></span><br /><div style="text-align: justify;"><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1-w0NoTpY2bS1lG-bXOV2j_FoGBTA-GSDrcR2S_dZyUCeqV6MT7KlCMiXgZEOxzd8y6U7MUEBx0y0GeoyH39Y7hJHZib6M3kZU5pIj5OV4tlQlOIXsEEGBn7Lql8R94JuChwqOvpqYWQ/s1600-h/6.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 200px; height: 148px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1-w0NoTpY2bS1lG-bXOV2j_FoGBTA-GSDrcR2S_dZyUCeqV6MT7KlCMiXgZEOxzd8y6U7MUEBx0y0GeoyH39Y7hJHZib6M3kZU5pIj5OV4tlQlOIXsEEGBn7Lql8R94JuChwqOvpqYWQ/s200/6.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5389393907993281986" border="0" /></a>Salah satu kelompok musik di Maluku Utara sedang memaikan Musik Bambu Hitada<br /><br />A. Asal-usul<span class="fullpost"><br /><br />Kebudayaan merupakan hasil dari interaksi antara manusia dengan Tuhannya, antara manusia dengan sesamanya, dan antara manusia dengan alam dimana mereka hidup. Oleh karena pola-pola interaksi yang terjadi berbeda-beda, maka kebudayaan yang dihasilkan berbeda-beda dan mempunyai keunikan masing-masing. Salah satu kebudayaan yang cukup unik tersebut adalah Musik Bambu Hitada. Musik tradisional ini merupakan salah satu kesenian tradisional masyarakat Halmahera, Maluku Utara.<br /><br />Menurut Tengku Ryo, musik tradisional lahir dari proses panjang interaksi manusia dengan alam. Oleh karena alam yang menjadi sumber inspirasi berbeda-beda, maka musik yang dihasilkannyapun juga berbeda-beda, tidak hanya pada bunyi-bunyiannya, tetapi juga pada alat-alat yang digunakan untuk menghasilkan bunyi-bunyian tesebut. Lebih lanjut, Tengku Ryo mengatakan bahwa musik tradisional tidak saja digunakan untuk hiburan, tetapi juga digunakan oleh masyarakat yang memegang teguh tradisi untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Mereka berkomunikasi dengan Tuhan menggunakan irama musik dan nyanyian (Wawancara dengan Tengku Ryo, 15 Mei 2009).<br /><br />Pendapat Tengku Ryo di atas dapat kita gunakan untuk membaca sejarah munculnya kesenian tradisional, seperti halnya Musik Bambu Hitada yang pada kesempatan kali ini menjadi fokus pembahasan. Bambu bagi masyarakat Halmahera, tidak saja dapat digunakan sebagai bahan baku untuk membuat rumah, pagar, tiang, dipan, rakit sungai, dan permainan bambu gila, tetapi juga dapat dimanfaatkan sebagai alat musik. Kesenian dengan bambu sebagai peralatan utamanya oleh masyarakat Halmahera disebut Musik Bambu Hitada atau Hitadi (http://busranto.blogspot.com, http://ternate.wordpress.com).<br /><br />Bagi masyarakat Halmahera, Musik Bambu Hitada merupakan hasil kreativitas yang tidak saja berfungsi untuk menghibur masyarakat, tetapi juga untuk kelengkapan upacara, seperti upacara perkawinan dan upacara syukuran hasil pertanian. Seiring perkembangan zaman, dan semakin gencarnya musik-musik modern memasuki relung-relung kehidupan masyarakat desa, musik tradisional, seperti halnya Musik Bambu Hitada, semakin tersisihkan. Selain tersisihkan, fungsi musik tradisional ini juga mengalami reduksi, dari musik sakral-profan menjadi sekedar musik profan yang sengaja diproduksi untuk kepentingan pasar. Jika pada awalnya Musik Bambu Hitada berada pada ranah sakral-profan, maka saat ini telah mengalami reduksi fungsi sehingga hanya berada di ranah profan.<br /><br />Kondisi ini harus disikapi secara arif dan bijaksana oleh segenap stake holder agar musik tradisional, seperti Musik Bambu Hitada, tidak musnah tergilas musik modern yang lebih canggih dan tidak kehilangan fungsi-fungsi tradisionalnya. Menurut penulis, ada tiga hal yang harus dilakukan untuk menyelamatkan Musik Bambu Hitada. Pertama, perlu ditumbuhkan rasa memiliki masyarakat, khususnya anak-anak, terhadap Musik Bambu Hitada. Sejak dini anak-anak harus dikenalkan tidak saja kepada bagaimana membuat dan memainkan Musik Bambu Hitada, tetapi juga nilai-nilai apa saja yang dikandungnya.<br /><br />Kedua, melakukan pengembangan Musik Bambu Hitada sehingga dapat diterima oleh masyarakat, namun harus tetap berlandaskan nilai-nilai lokal. Munculnya kelompok-kelompok Musik Bambu Hitada merupakan fenomena positif terhadap keberlangsungan musik ini. Namun pengembangan harus dilakukan secara hati-hati agar Musik Bambu Hitada tidak kehilangan ruhnya.<br /><br />Ketiga, mengembangkan dan mengemas Musik Bambu Hitada menjadi paket-paket wisata. Dengan cara ini, Musik Bambu Hitada akan mampu menjadi penopang kebutuhan ekonomi para pelestarinya. Agar mampu menjadi paket-paket wisata yang menarik, maka pemerintah harus memfasilitasi masyarakat untuk mengasah dan meningkatkan kemampuan memainkan Musik Bambu Hitada, serta kemampuan menejerial pengelolaan kelompok musik. <br /><br />B. Peralatan<br /><br />Untuk memainkan Musik Bambu Hitada, peralatan-peralatan yang diperlukan antara lain (http://busranto.blogspot.com, http://ternate.wordpress.com):<br /><br />* Ruas Bambu. Sebagaimana namanya, maka peralatan utama Musik Bambu Hi<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiR_rJgDz1QlfJjdbo4Of_S0Y1jlfOAupwpGSlW08HXICyYgn3u4Q_Slu_o3TtTbRBsCGKfzMm_pmQkj_xQzESkttiKXg94r7PRKgAc-jb8Bjk4dh9hw2_LXAwNxT0XzjDDQTjkdrMWJjU/s1600-h/5.jpg"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer; width: 200px; height: 146px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiR_rJgDz1QlfJjdbo4Of_S0Y1jlfOAupwpGSlW08HXICyYgn3u4Q_Slu_o3TtTbRBsCGKfzMm_pmQkj_xQzESkttiKXg94r7PRKgAc-jb8Bjk4dh9hw2_LXAwNxT0XzjDDQTjkdrMWJjU/s200/5.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5389394174146689122" border="0" /></a>tada adalah batangan bambu. Batangan bambu yang dijadikan peralatan Musik Bambu Hitada biasanya hanya terdiri dari 2 ruas dan panjangnya tidak lebih dari 1,75 m. Biasanya batang bambu ini sudah sudah dilobangi sesuai nada tone. Agar menghasilkan nada tone yang berbeda-beda, maka ukuran bambu baik panjang maupun besarnya berbeda-beda. Agar tampilan bambu lebih menarik dan indah, permukaan bambu dicat warna-warni.<br /><br />* Cikir. Alat musik ini terbuat dari batok buah kelapa yang masih utuh. Di dalam batok kelapa tersebut kemudian diisi dengan beberapa butir kerikil bulat atau biji kacang hijau kering. Alat musik ini biasanya juga dicat warna-warni.<br /><br /><br />Cikir<br /><br />* Beberapa buah Juk. Alat ini berbentuk gitar kecil yang dibuat sendiri dan dicat warna-warni.<br /><br />* Satu atau dua buah biola tradisional. Seperti halnya Bambu Hitada, Cikir, dan Juk, biola tradisional ini juga dicat warna-warni.<br /><br /><br />Biola gesek<br /><br />* Karung goni. Alat ini dibutuhkan jika Musik Bambu Hitada dimainkan di atas ubin. Dengan kata lain, karung goni dipakai agar ubin dan batang bambu tidak mudah rusak ketika dibenturkan.<br /><br />C. Pemain<br /><br />Satu grup kelompok Musik Bambu Hitada biasanya beranggotakan 5 hingga 13 orang. Semakin banyak orang, suara musik yang dihasilkan akan semakin semarak. Biasanya, personel musik ini semuanya laki-laki. Jika pun ada perempuan, biasanya berperan sebagai vokalis, bukan pemain alat musik (http://busranto.blogspot.com, http://ternate.wordpress.com).<br /><br /><br />Para pemain Musik Bambu Hitada biasanya berjenis kelamin laki-laki<br /><br />D. Cara Memainkan<br /><br />Secara garis besar, ada dua tahapan untuk memainkan Musik Bambu Hitada, yaitu tahap persiapan, dan tahap memainkan.<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEif6l0GcWcDQdg6t6KLB8IQYyf7Z6GcB80RKVKph9AC2Iz5WZzWTHaJTEIS9vEVQQtSomfAIW41gXaai6BwuBPs1Kppoz2OUeQEACrfEUDA0HA5P71zRL7UQDie_YWZjOkVfWwNgtuofnc/s1600-h/4.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 130px; height: 98px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEif6l0GcWcDQdg6t6KLB8IQYyf7Z6GcB80RKVKph9AC2Iz5WZzWTHaJTEIS9vEVQQtSomfAIW41gXaai6BwuBPs1Kppoz2OUeQEACrfEUDA0HA5P71zRL7UQDie_YWZjOkVfWwNgtuofnc/s200/4.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5389394738302493106" border="0" /></a><br />1. Tahap Persiapan<br /><br />Pada tahap ini, hal-hal yang harus dilakukan antara lain:<br /><br />* Mengecek peralatan. Peralatan seperti Bambu Hitada, Cikir, Juk, biola tradisional, dan karung goni harus dicek apakah dalam kondisi siap pakai atau tidak. Kesiapan peralatan sangat menentukan sukses tidaknya permainan Musik Bambu Hitada.<br /><br />* Mengecek personel. Cek personel sangat diperlukan untuk mengetahui kesiapan masing-masing anggota kelompok untuk memainkan alat musik sesuai dengan tugasnya masing-masing.<br /><br />2. Tahap memainkan<br /><br />Setelah semua peralatan dan para pemain musik telah siap, maka permainan Musik Bambu Hitada bisa segera dimulai. Dalam permainan musik ini, setiap orang hanya mampu memegang dua batang bambu yang masing-masing hanya memiliki nada satu tone.<br /><br />Semua alat musik dimainkan secara bersamaan sehingga menghasilkan satu irama musik yang enak didengar. Batang bambu dibunyikan dengan cara dibanting tegak lurus di tanah. Jika di atas ubin, maka di atas tersebut diberi alas karung goni. Tujuannya untuk meredam efek dari benturan dua benda keras (bambu dan ubin). Cikir dibunyikan dengan digoyang-goyang, juk dengan cara dipetik, dan biola tradisional dengan cara talinya dipukul-pukul.<br /><br />E. Nilai-nilai<br /><br />Musik Bambu Hitada merupakan bagian dari khazanah kebudayaan Halmahera, Maluku Utara. Musik ini merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Halmahera. Nilai-nilai tersebut di antaranya adalah: nilai sakral, kreativitas, kebersamaan, dan ketaatan kepada sistem.<br /><br />Pertama, nilai sakral. Walau kini Musik Bambu Hitada lebih menonjol aspek hiburannya, tetapi pada awal perkembangannya, musik ini menjadi pelengkap upacara-upacara sakral, seperti upacara perkawinan. Sebagai pelengkap upacara-upacara, maka dengan sendirinya Musik Bambu Hitada menjadi benda sakral. Posisi sakral Musik Bambu Hitada harus disikapi secara cerdas. Menurut penulis, label sakral ibarat pisau bermata dua. Ia dapat menjadi benteng perisai musik ini sehingga tidak punah pada satu sisi, dan menjadi penghambat perkembangan musik ini.<br /><br />Kedua, nilai kreativitas. Keberadaan Musik Bambu Hitada merupakan salah satu bukti kreativitas masyarakat Halmahera. Bagi masyarakat Halmahera, bambu tidak sekedar bahan baku untuk membuat rumah dan benda-benda lainnya, tetapi juga dapat menjadi media untuk berkreativitas dalam berkesenian. Selain itu, Musik Bambu Hitada juga menjadi media kreatif untuk membangun relasi sosial dengan masyarakat pada satu sisi, dan melakukan komunikasi dengan sakral, sebagai mana disebutkan pada nilai sakral di atas, pada sisi yang lain.<br /><br />Ketiga, nilai kebersamaan. Di tengah kondisi masyarakat yang semakin individualis, Musik Bambu Hitada mengajarkan kepada kita untuk senantiasa membangun kebersamaan dengan pihak lain. Tanpa kebersamaan, tidak mungkin Musik Bambu Hitada menghasilkan irama musik yang menarik. Dalam kebersamaan, kita dituntut untuk tidak saja menghormati orang lain, tetapi juga rela dengan peran-peran yang dilakukan masing-masing personel.<br /><br />Keempat, ketaatan kepada sistem aturan. Setiap orang harus taat dan mematuhi sistem aturan yang berlaku. Dengan cara ini, niscaya akan tercipta tata kehidupan yang tertib. Musik Bambu Hitada mengajarkan kepada kita agar senantiasa patuh dan taat terhadap ketentuan yang telah ditetapkan, baik menyangkut mikanisme memainkan alat, atau sistem organisasi permainan. Apa jadinya jika masing-masing personel Musik Bambu Hitada membuat aturan sendiri? Tentu sebuah irama musik yang sumbang dan tidak akan enak untuk didengar.<br /><br />F. Penutup<br /><br />Musik Bambu Hitada merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang di masyarakat Halmahera. Melalui musik tradisional ini, kita dapat melihat bagaimana keyakinan, kreativitas, dan kebersamaan masyarakat Halmahera. Selain itu, melalui musik ini kita juga dapat melihat ketaataan masyarakat Halmahera terhadap sistem yang mereka buat.<br /><br />Dengan melihat begitu kayanya nilai-nilai yang terkandung dalam Musik Bambu Hitada, maka sudah seharusnya jika para pemangku kepentingan bersama-sama melakukan upaya-upaya konstruktif untuk melestarikan dan mengembangkan Musik Bambu Hitada. Oleh karena Musik Bambu Hitada merupakan pengejawantahan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat, maka pengembangan musik ini harus berlandaskan kepada nilai-nilai lokal tersebut. Apalah artinya musik ini lestari jika kehilangan ruhnya untuk membuat orang patuh kepada Tuhannya, menginspirasi masyarakat untuk berkreativitas, menjadi modal untuk membangun kebersamaan, dan menjadi kaca benggala dalam membangun ketaatan kepada aturan yang berlaku.<br /><br /><br />Disunting dari : www.melayuonline.com </div></span>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-25373825950201460342009-10-05T04:35:00.003+07:002009-10-05T04:38:38.001+07:00<span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;">Kedaton Hill Park</span></span><br /><br />A. Overvie<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheG5FoUzIWEv1qlqlK1UDoG3V_x5vS4Wjv3Vui4ZLRlxJpWE45slP3ceyTb8nkUwfXHnYIeNQjGJh4kC3xMezqMBCP-CZ1NmyW10-Fw7l3P3dy4wj5AW-A2OO4A-J22yyNMx-cMiHh7p0/s1600-h/bumi-kedaton.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 200px; height: 112px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheG5FoUzIWEv1qlqlK1UDoG3V_x5vS4Wjv3Vui4ZLRlxJpWE45slP3ceyTb8nkUwfXHnYIeNQjGJh4kC3xMezqMBCP-CZ1NmyW10-Fw7l3P3dy4wj5AW-A2OO4A-J22yyNMx-cMiHh7p0/s200/bumi-kedaton.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5388861863567036530" border="0" /></a>w<br /><br />Park hill kedaton one tourist attraction in Bandar Lampung is domistik destination and foreign, to spend the weekend with family<span class="fullpost"><br /><br /><br /><br /><br />B. Privileges<br /><br />Nature tourism park presents Kedaton earth atmosphere and gurgling mountain stream that flows naturally cool and with a collection of animals that kept equipped. Attractions that can be seen among the elephant, horse pencakdll.<br /><br />C. Location<br /><br />This park is adjacent to the western city of Bandar Lampung with the distance is only 15 minutes from Telukbetung.<br /><br />D. Access<br /><br />Is in process<br /><br />E. Entrance Ticket<br /><br />are in the process<br /><br />F. Akomudasi and Facilities<br /></span>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-16750161430421771522009-10-05T04:20:00.001+07:002009-10-05T04:23:52.490+07:00<span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;">Museum of Lampung</span></span><br /><br />Museum of Lampung is one of the historical tourist attraction in <a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjaqF9C9rkaxSk_6GUb0SPU2VeKTNXzjAjK4aoFLOh38Ny4o1j8wyILsE6bUJxXdUcb303-jZka6RNQK2yAl13UaDvyncHNYc1TtYiP7Wf8Boz2_f60xQqACvtuxkPm57Z9NFU_UFeXayM/s1600-h/museum.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 200px; height: 85px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjaqF9C9rkaxSk_6GUb0SPU2VeKTNXzjAjK4aoFLOh38Ny4o1j8wyILsE6bUJxXdUcb303-jZka6RNQK2yAl13UaDvyncHNYc1TtYiP7Wf8Boz2_f60xQqACvtuxkPm57Z9NFU_UFeXayM/s200/museum.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5388858284038543762" border="0" /></a>Bandar Lampung and education destination for students, Mahasiswa, and the general public both domestic and foreign.<span class="fullpost"><br /><br /><br /><br />B. Privileges<br /><br />collection that can be found are the objects of art, ceramics from the land of Siam and china ming dynasty, seals and ancient coin in the Dutch colonial era, etc.. Collection-2893 amount to kolksi fruit objects include geology, biology, ethnography, archaeological, and others.<br /><br />C. Location<br /><br />Located street z.a. pagaralam 5 kilometers north Tanjungkarang downtown and only 400 meters from the bus terminal Rajabasa.<br /><br />D. Access<br /><br /><br />E. Entrance Ticket<br /><br />are in the process<br /><br />F. Akomudasi and Facilities<br /></span>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-55001420033935965782009-10-05T04:00:00.003+07:002009-10-05T04:06:32.540+07:00<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgIkXumARudTiwkB8__Dqkl9vm1n5Cu9g_4SRcuJjbzUhSim6A99nBgKKjAAwgZxgZXxy7sJNcJivBhQjgCdmkjsPNPa_3-__ShRI6fTP5onwF48TVEi6JCNOR49svTcGpBnBOfRMp4NA/s1600-h/Pasir+Putih1.jpeg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 104px; height: 78px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgIkXumARudTiwkB8__Dqkl9vm1n5Cu9g_4SRcuJjbzUhSim6A99nBgKKjAAwgZxgZXxy7sJNcJivBhQjgCdmkjsPNPa_3-__ShRI6fTP5onwF48TVEi6JCNOR49svTcGpBnBOfRMp4NA/s200/Pasir+Putih1.jpeg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5388853361202382162" border="0" /></a>White Sand Beach<br /><br />White sand beach a tourist attraction in Bandar Lampung is domistik destination and abroad, to spend the weekend with family<span class="fullpost"><br /><br />B. Privileges<br /><br />All around the white sand beach surrounded by shady trees, White Sand Beach really as the name suggests. This stunning white sand refreshes the eyes and cause a strong desire within themselves to the surrounding.<br />lately.<br /><br />C. Location<br />Located about 20 kilometers from the city of Bandar Lampung<br /><br />D. Access<br /><br />By using the car through Trans-Sumatra road from the town of Lampung, you can reach this area within 30 minutes. You can also use public transport from Lampung directly to White Sand Beach.<br /><br />E. Entrance Ticket<br /><br />are in the process<br /><br />F. Akomudasi and Facilities<br /><br />inns and hotels if you want to stay in the middle of a quiet island, you can stay at an<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqWurziplsojdi7b7J9BQadp6CYCJQytCnyPMOHwGaaV-ean9m_o-iZ2VqukjRplR1-28KwJiGm7KMmotLF4aAlF9zMvz2wAswyuArV4WhVRBdX4upYPpblkPCESuAh8wWKiRkw6ySp04/s1600-h/kerang.jpg"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer; width: 158px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqWurziplsojdi7b7J9BQadp6CYCJQytCnyPMOHwGaaV-ean9m_o-iZ2VqukjRplR1-28KwJiGm7KMmotLF4aAlF9zMvz2wAswyuArV4WhVRBdX4upYPpblkPCESuAh8wWKiRkw6ySp04/s200/kerang.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5388853595455482866" border="0" /></a> inn located in Island Condong. Simple but comfortable. A luxury villa is also available in Bule Island, where appropriate to release fatigue. Along the way to the White Sand Beach is also available many inns.<br /><br />You can also surround this beautiful beach on foot. By using a motor boat, you can also visit the island and the island Leaning Bule.</span>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-32961241290826208172009-10-04T03:57:00.002+07:002009-10-04T04:16:32.925+07:00<span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;">Profil Wilayah</span></span><br /><br />Secara giografis daerah ini dapat dibedakan atas tiga bagian, yakni daerah pesisir di bagian barat dengan kemiringan 0 - 15%, <span class="fullpost">daerah pegunungan yang merupakan daerah terbesar di bagian tengah dengan kemiringan 15 - lebih dari 40%, daerah bergelombang di bagian timur dengan kemiringan lahan 2 - 40%.<br /><br />Berdasarkan ketinggian tempat untuk Kecamatan Balik Bukit, Belalau dan Sumberjaya sebagian besar wilayahnya mempunyai ketinggian antara 500-1000 mdpl. Sedangkan Kecamatan Pesisir Utara, Pesisir Tengah, dan Pesisir Selatan umumnya mempunyai ketinggian berkisar antara 0 - 500 mdpl.<br /><br />Keadaan wilayah sepanjang Pantai Pesisir Barat umumnya datar sampai berombak dengan kemiringan berkisar antara 3% sampai dengan. 5%.dengan bahasa lain sebagian besar daerah Lampung Barat merupakan perbukitan dan pegunungan.<br /><br />Objek wisata Kabupaten Lampung Barat<br /><br />1.Taman Nasional Bukit Barisan Selatan<br />2.Pantai<br />3.Lembah Suwoh<br />4.Kubu Perahu<br />5.Danau Ranau<br />6.Objek Wisata Budaya dan Sejarah</span>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-28033652076365280052009-10-04T03:34:00.002+07:002009-10-04T03:46:03.106+07:00<span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;">Profil Wilayah</span></span><br /><br />Secara geografis, Kabupaten Lampung Timur terletak pada posisi : 105015' BT-106020'BT dan 4037'LS -5037' LS. Kabupaten Lampung Timur memiliki luas wilayah kurang lebih 5.325,03 KM2 atau sekitar 15% <span class="fullpost">dari total wilayah Provinsi Lampung (total wilayah Lampung seluas 35.376 KM2). Ibukota Kabupaten Lampung Timur berkedudukan di Sukadana.<br /><br />Secara administratif Kabupaten Lampung Timur berbatasan dengan :<br /><br /> * Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Rumbia, Seputih Surabaya, dan Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah, serta Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang.<br /> * Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa, Provinsi Banten dan DKI Jakarta.<br /> * Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Bintang, Ketibung, Palas, dan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan.<br /> * Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bantul dan Metro Raya Kota Metro, serta Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah.<br /><br />Lampung Timur memiliki beberapa objek wisata unggulan<br /><br />1. Resort Way Kanan<br />2. Taman Nasional Way Kambas<br />3. Perkampungan Desa Adat Wana<br />4. Taman Purbakala Pugung Raharjo<br />5. Taman Persinggahan Way Curup</span>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-37120655654649072522009-10-04T00:14:00.004+07:002009-10-04T00:25:01.522+07:00<span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;">Musium Lampung</span></span><br /><br />Musium Lampung adalah salah satu objek wisata sejarah yang ada di Bandar Lampung dan menjadi tujuan wisata Pendidikan bagi siswa, Mahasis<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj16idFn0oa8oA9QkgPvPnE0QYdjTl5lMEjmV3Uh_7lucNjI4XY6KBoO0NSC8mGiVwiUFgZwcrGAQJNx_R0OyGghQWsrO1_W6NMiDFCJkPtVxcW0jF7UhG3MWmohJ2Y9wPWzg4fc6iTeQE/s1600-h/museum.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 200px; height: 85px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj16idFn0oa8oA9QkgPvPnE0QYdjTl5lMEjmV3Uh_7lucNjI4XY6KBoO0NSC8mGiVwiUFgZwcrGAQJNx_R0OyGghQWsrO1_W6NMiDFCJkPtVxcW0jF7UhG3MWmohJ2Y9wPWzg4fc6iTeQE/s200/museum.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5388425569451764466" border="0" /></a>wa, dan Masyarakat umum baik domestik dan mancanegara.<span class="fullpost"> </span><br /><span class="fullpost"><br /><br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">B. Keistimewaan</span><br /></span><br />koleksi yang dapat dijumpai adalah benda-benda hasil karya seni, keramik dari negeri siam dan china pada zaman dinasti ming, stempel dan mata uang kuno pada masa penjajahan belanda dll. Koleksi-kolksi tersebut berjumlah 2.893 buah meliputi benda-benda geologi, biologi, etnografi, arkeologis, dan lainnya.<br /><br /><span class="fullpost"><span style="font-weight: bold;">C. Lokasi<br /><br /></span></span>Terletak dijalan z.a. pagaralam 5 kilometer disebelah utara pusat kota tanjungkarang dan hanya 400 meter dari terminal bus rajabasa. <span class="fullpost"><br /><br /><span style="font-weight: bold;">D. Akses</span><br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">E. Tiket Masuk</span><br /><br />sedang dalam proses<br /><br /><span style="font-weight: bold;">F. Akomudasi dan Fasilitas</span><br /><br /><br /></span>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-15795574472179258392009-10-03T23:38:00.006+07:002009-10-04T00:13:52.271+07:00<span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;">Pantai Pasir Putih</span></span><br /><div style="text-align: justify;"><br />Pantai pasir putih salah satu objek wisata di Bandar Lampung yang <a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5dQ4zxfqUnjmp9kViYasYzIU-53L8UpojjYHHFmyOAQ03KIZi2qoJwmTLmGuq1XfVQvBB7si1fjW5tPiBjQ0pl2gL9H5mgvW7rc9KzSkPFZk3qNSCZg-TkxC-qOAwpd1KE4LIph5gT3k/s1600-h/Pasir+Putih.jpeg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 117px; height: 78px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5dQ4zxfqUnjmp9kViYasYzIU-53L8UpojjYHHFmyOAQ03KIZi2qoJwmTLmGuq1XfVQvBB7si1fjW5tPiBjQ0pl2gL9H5mgvW7rc9KzSkPFZk3qNSCZg-TkxC-qOAwpd1KE4LIph5gT3k/s200/Pasir+Putih.jpeg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5388419420458699922" border="0" /></a>menjadi tujuan wisata domistik dan mancanegara, untuk menghabiskan akhir pekan bersama keluarga<span class="fullpost"><br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">B. Keistimewaan</span><br /><br />Di sekeliling pantai Pasir putih di kelilingi pepohonan rindang Pantai Pasir Putih benar-benar sesuai dengan namanya. Pasir putih memesona ini menyegarkan mata dan menimbulkan hasrat kuat di dalam diri untuk mengelilinginya.<br />akhir-akhir ini.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">C. Lokasi</span><br />Terletak sekitar 20 kilometer dari kota Bandar Lampung<br /><br /><span style="font-weight: bold;">D. Akses</span><br /><br />Dengan menggunakan mobil yang melewati Jalan Trans Sumatera dari kota Lampung, Anda dapat mencapai daerah ini dalam waktu 30 menit. Anda juga dapat menggunakan angkutan umum dari Lampung yang langsung menuju Pantai Pasir Putih.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">E. Tiket Masuk</span><br /><br />sedang dalam proses<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihaVMFAOS_ZYneYzEcZIFsA_cpC6jouAcTzR8KIo934rq6k0Ui2Y8xz8hZKp2wIoF-K7deJuUsLaQ7uapdJ5IF3pe5xigPbb9Iu6sXTE-273hyphenhyphenK7v5loCcZJ3ad_oyjUjegp2pZj_eiRw/s1600-h/kerang.jpg"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer; width: 158px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihaVMFAOS_ZYneYzEcZIFsA_cpC6jouAcTzR8KIo934rq6k0Ui2Y8xz8hZKp2wIoF-K7deJuUsLaQ7uapdJ5IF3pe5xigPbb9Iu6sXTE-273hyphenhyphenK7v5loCcZJ3ad_oyjUjegp2pZj_eiRw/s200/kerang.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5388419990570184994" border="0" /></a><br /><span style="font-weight: bold;">F. Akomudasi dan Fasilitas</span><br /><br />penginapan dan hotel Apabila Anda ingin menginap di tengah-tengah pulau yang hening, Anda dapat menginap di penginapan yang terletak di Pulau Condong. Sederhana namun nyaman. Sebuah villa yang mewah juga tersedia di Pulau Bule, tempat sesuai untuk melepas penat. Di sepanjang perjalanan menuju Pantai Pasir Putih juga tersedia banyak penginapan.<br /><br />Anda juga dapat mengelilingi pantai indah ini dengan berjalan kaki. Dengan menggunakan perahu motor, Anda juga dapat mengunjungi Pulau Condong dan Pulau Bule.<br /><br /></span></div>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-39655301906242923392009-10-03T22:56:00.004+07:002009-10-03T23:28:52.366+07:00<span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;">Taman Wisata Bukit Kedaton</span></span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">A. Gambaran Umum</span><br /><br />Taman bukit k<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhh_LzgBfaZKIU-XIwLPh3cL1ZucwOLQuHA857dWE95kNddfyxp6C3D0kfD0DzA-4GgAdKezftvTmrXTf833LgR8kmWkX9fGvsNCDRB4YlIzqLTLQow-yRIOafIU8HFjDPyW6fB_zVMMEQ/s1600-h/bumi-kedaton.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 200px; height: 112px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhh_LzgBfaZKIU-XIwLPh3cL1ZucwOLQuHA857dWE95kNddfyxp6C3D0kfD0DzA-4GgAdKezftvTmrXTf833LgR8kmWkX9fGvsNCDRB4YlIzqLTLQow-yRIOafIU8HFjDPyW6fB_zVMMEQ/s200/bumi-kedaton.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5388411102925411906" border="0" /></a>edaton salah satu objek wisata di Bandar Lampung yang menjadi tujuan wisata domistik dan mancanegara, untuk menghabiskan akhir pekan bersama keluarga<span class="fullpost"><br /><br /><span style="font-weight: bold;">B. Keistimewaan</span><br /><br />Taman wisata alam bumi kedaton menyajikan suasana alam pegunungan dan gemericik sungai yang mengalir sejuk dan alami dengan koleksi satwa yang terus dilengkapi. Atraksi yang dapat dilihat diantaranya yaitu atraksi gajah, kuda pencakdll.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">C. Lokasi</span><br /><br />Taman wisata ini terletak disebelah barat kota bandar lampung dengan jarak tempuh hanya 15 menit dari telukbetung.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">D. Akses</span><br /><br />Sedang dalam Proses<br /><br /><span style="font-weight: bold;">E. Tiket Masuk</span><br /><br />sedang dalam proses<br /><br /><span style="font-weight: bold;">F. Akomudasi dan Fasilitas</span><br /><br />Sedang dalam proses</span>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-6963909008117440342009-10-03T20:56:00.004+07:002009-10-05T04:41:38.837+07:00<div style="text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;">Area Profile</span></span><br />Language: <a href="http://fakhri-tutor.blogspot.com/2009/10/profil-wilayah-language-inggris-kota.html">Indonesia</a><br /><br />Bandar Lampung Sumatra Island gate. The term is appropriate for capital<br />Lampung Province. Located in the southwest of Sumatra island<br />geographical position is very advantageous. <span class="fullpost">Located at the end of the island<br />Sumatra adjacent to the DKI Jakarta is the center of the country's economy.<br />The city is a meeting between the cross central and eastern Sumatra. Vehicles from<br />Other areas on the island of Sumatra has to pass through Bandar Lampung when headed to the island<br /><br />Java. In general, the transit vehicles in the terminal Rajabasa. Exit and<br />entry of either vehicle bus, minibus transportation to the city and this terminal, it<br />able to bring in revenue for the Regional Revenue own (PADS) City<br />Bandar Lampung budget of the year reached 200 USD 11.9 billion. Transportation<br />highways can contribute USD 273 billion of total economic activity in 2000.<br />Employer contribution is greater than most other transport such as water.<br />The number of vehicles passing in and out of this adds Bandar Lampung<br />crowded city streets. In line with the development of the city, private vehicles<br />general and even more are mushrooming, coupled with transport<br />agricultural produce from remote areas of Lampung Province which will be sent to the Airport<br />Lampung province as a trade center.<br /><br />Bandar Lampung region is an area of growing urban<br />from the center to the suburbs that supported transportation facilities and<br />lighting. Urban development characterized by the growth of settlements,<br />however, the suburbs have not seen clear perkotaannya characteristics.<br />In 2001 the city separated from Bandar Lampung District 9 and 84<br />village into 13 districts and 98 urban villages.<br /><br />Area Orientation<br /><br />Geographically, Bandar Lampung region is between 50 º 20'-50 º 30 'S and<br />105 º 28'-105 º 37 'E with a total area of 192.96 km2 with the boundaries as<br />follows:<br />o North Limit: Natar Sub-district, South Lampung<br />o South Limit: Mirror Padang District, and the Bay of Lampung Ketibung,<br /><br />South Lampung Regency<br />o East Limit: Sub Tanjung Bintang, Lampung Selatan District<br />o Limit the West: Gedungtataan and Padang District Bath County<br /><br />South Lampung<br />Bandar Lampung in southern Lampung (Lampung Bay)<br />and the southern tip of Sumatra Island.<br />According to topographical conditions, Lampung province can be divided into 5 (five) units<br />space, namely:<br />o Regional hilly to mountainous, with characteristic slopes steep<br />with a slope of more than 25% and an average altitude of 300 meters above sea level.<br />These areas include the Bukit Barisan, hilly area east of the Mount<br />Line, and Mount Rajabasa.<br />o Regional wavy to wavy, which is characterized by small hills,<br />slope between 8% to 15%, and the height of 300 meters to<br />500 meters above sea level. This area covers an area of Gedong TATAAN, Kedaton,<br />Sukoharjo, and Stage Island in South Lampung district, and<br />Adirejo and Bangunrejo in Central Lampung district.<br />o alluvial plains, covers a vast area covering Lampung<br />Central to the east near the coast. Altitude region<br />ranged from 25 to 75 meters above sea level., with a slope of 0% to 3%.<br />Tidal marsh plains along the east coast with the height of 0.5 to 1<br />meters above sea level. 5. Watershed, namely Tulang Bawang, Seputih, Sekampung,<br />Watermelon, and Way Jepara.<br /><br />Dominance of shrub land use and forest area covering 17 thousand km2. Area<br />wet land area of 601 km2, the plantation area of 4422 km2, while the area<br />residential area of 3113 km2.<br /><br />Number and Population Growth<br />Lampung community consists of various tribes such as Lampung, Rawas, Malays,<br />Pasemah and SEMENDO. Community Lampung original form has the structure<br />own customary law, customary law community forms are different between<br />community groups to each other, these groups<br />spread in various places in Lampung.<br /><br />Migrants who settled in Lampung province is estimated at 84<br />%. Largest ethnic group is Javanese (30%), Banten / Sundanese (20%), Minangkabau<br />(10%), SEMENDO (12%). Other ethnic groups that are jumlahnnya enough<br />Balinese, Batak, Bengkulu, Bugis, China, Ambon, Aceh, Riau, and others.<br /><br />The number of migrants is a result of the relocation program carried out<br />since the year 1905 by the Dutch colonial government to move the farmers from<br />Bagelan Central Java town of Wonosobo and building and the City Court. Then<br />year 1932 - 1937 there was a new transmigration land-clearing in Metro City, Pringsewu,<br />and various other cities. This transmigration program continues until the end of<br />decade of the 80s.<br /><br />Characteristics of migrants living in general has<br />specificity in adapting. For example, migrants from Pati - Central Java<br />initially as farmers prefer ponds businesses in new locations. Initially<br />they berbudidaya milkfish and other fish species, but in line with<br />development trends monodon shrimp cultivation they switched to a more species<br />This benefit combined with support from the providers of capital.<br />Similarly, with immigrants from Bugis ethnic renowned as sailors more<br />choose a fisherman. Immigrants from the former Javanese farmers prefer<br />businesses in agriculture and plantations.<br /><br />Tourism<br /><br />In tourism Bandar Lampung has several objects are worth a visit<br /><br />1. </span><a href="http://fakhri-tutor.blogspot.com/2009/10/white-sand-beach-white-sand-beach.html">White Sand Beach</a><span class="fullpost"><br />2. <a href="http://fakhri-tutor.blogspot.com/2009/10/museum-of-lampung-museum-of-lampung-is.html">Museum of Lampung</a><br />3. Village Tour Edge Pekon<br />4. <a href="http://fakhri-tutor.blogspot.com/2009/10/kedaton-hill-park.html">Natural Park Hill Kedaton</a><br /></span></div>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-12034745315174777002009-10-03T20:16:00.008+07:002009-10-04T00:26:47.603+07:00<div style="text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;">Profil Wilayah</span></span><br />Language : <a href="http://fakhri-tutor.blogspot.com/2009/10/area-profile-language-indonesia-bandar.html">Inggris</a><br /><br />Kota Bandar Lampung pintu gerbang Pulau Sumatera. Sebutan ini layak untuk ibu kota<br />Propinsi Lampung. Kota yang terletak di sebelah barat daya Pulau Sumatera ini<br />memiliki posisi geografis yang sangat menguntungkan. <span class="fullpost">Letaknya di ujung Pulau<br />Sumatera berdekatan dengan DKI Jakarta yang menjadi pusat perekonomian negara.<br />Kota ini menjadi pertemuan antara lintas tengah dan timur Sumatera. Kendaraan dari<br />daerah lain di Pulau Sumatera harus melewati Bandar Lampung bila menuju ke Pulau<br />Jawa. Pada umumnya kendaraan tersebut transit di terminal Rajabasa. Keluar dan<br />masuknya kendaraan baik bus, angkutan kota maupun minibus ke terminal ini, ternyata<br />mampu mendatangkan pemasukan bagi Pendapatan Asli Daerah Sendiri (PADS) Kota<br />Bandar Lampung yang pada tahun anggaran 200 mencapai Rp 11,9 milyar. Angkutan<br />jalan raya mampu menyumbang Rp 273 milyar dari total kegiatan ekonomi tahun 2000.<br />Sumbangan lapangan usaha ini paling besar dibanding angkutan lain misalnya air.<br />Banyaknya kendaraan yang keluar masuk melewati Bandar Lampung ini menambah<br />padatnya jalan-jalan kota. Sejalan dengan perkembangan kota, kendaraan pribadi<br />maupun umum pun semakin menjamur, ditambah lagi dengan kendaraan pengangkut<br />hasil bumi dari pelosok daerah Propinsi Lampung yang akan dikirim ke Bandar<br />Lampung sebagai pusat perdagangan provinsi.<br /><br />Wilayah Kota Bandar Lampung merupakan daerah perkotaan yang terus berkembang<br />dari daerah tengah ke daerah pinggiran kota yang ditunjang fasilitas perhubungan dan<br />penerangan. Pengembangan kota ditandai dengan tumbuhnya kawasan permukiman,<br />namun demikian daerah pinggiran belum terlihat jelas ciri perkotaannya.<br />Pada tahun 2001 Kota Bandar Lampung dimekarkan dari 9 Kecamatan dan 84<br />kelurahan menjadi 13 kecamatan dan 98 kelurahan.<br /><br /><span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;">Orientasi Wilayah</span></span><br /><br />Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung berada antara 50º20’-50º30’ LS dan<br />105º28’-105º37’ BT dengan luas wilayah 192.96 km2 dengan batas-batas sebagai<br />berikut :<br />o Batas Utara : Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan<br />o Batas Selatan : Kecamatan Padang Cermin, Ketibung dan Teluk Lampung,<br /><br />Kabupaten Lampung Selatan<br />o Batas Timur : Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan<br />o Batas Barat : Kecamatan Gedungtataan dan Padang Cermin Kabupaten<br /><br />Lampung Selatan<br />Kota Bandar Lampung berada di bagian selatan Propinsi Lampung (Teluk Lampung)<br />dan ujung selatan Pulau Sumatera.<br />Menurut kondisi topografi, Propinsi Lampung dapat dibagi ke dalam 5 (lima) satuan<br />ruang, yaitu:<br />o Daerah berbukit sampai bergunung, dengan ciri khas lereng-lereng yang curam<br />dengan kemiringan lebih dari 25% dan ketinggian rata-rata 300 meter dpl.<br />Daerah ini meliputi Bukit Barisan, kawasan berbukit di sebelah Timur Bukit<br />Barisan, serta Gunung Rajabasa.<br />o Daerah berombak sampai bergelombang, yang dicirikan oleh bukit-bukit sempit,<br />kemiringan antara 8% hingga 15%, dan ketinggian antara 300 meter sampai<br />500 meter dpl. Kawasan ini meliputi wilayah Gedong Tataan, Kedaton,<br />Sukoharjo, dan Pulau Panggung di Daerah Kabupaten Lampung Selatan, serta<br />Adirejo dan Bangunrejo di Daerah Kabupaten Lampung Tengah.<br />o Dataran alluvial, mencakup kawasan yang sangat luas meliputi Lampung<br />Tengah hingga mendekati pantai sebelah Timur. Ketinggian kawasan ini<br />berkisar antara 25 hingga 75 meter dpl., dengan kemiringan 0% hingga 3%.<br />Dataran rawa pasang surut di sepanjang pantai Timur dengan ketinggian 0,5 hingga 1<br />meter dpl. 5. Daerah aliran sungai, yaitu Tulang Bawang, Seputih, Sekampung,<br />Semangka, dan Way Jepara.<br /><br />Dominasi penggunaan lahan berupa belukar dan area hutan seluas 17 ribu km2. Area<br />lahan sawah seluas 601 km2, perkebunan seluas 4.422 km2, sedangkan area<br />pemukiman seluas 3.113 km2.<br /><br />Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk<br />Masyarakat Lampung terdiri atas berbagai suku antara lain Lampung, Rawas, Melayu,<br />Pasemah dan Semendo. Masyarakat Lampung bentuknya yang asli memiliki struktur<br />hukum adat yang tersendiri, bentuk masyarakat hukum adat tersebut berbeda antara<br />kelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya, kelompok-kelompok tersebut<br />menyebar di berbagai tempat di daerah Lampung.<br /><br />Penduduk pendatang yang menetap di Propinsi Lampung diperkirakan mencapai 84<br />%. Kelompok etnis terbesar adalah Jawa (30%), Banten/Sunda (20%), Minangkabau<br />(10%), Semendo (12 %). Kelompok etnis lain yang cukup banyak jumlahnnya adalah<br />Bali, Batak, Bengkulu, Bugis, China, Ambon, Aceh, Riau, dan lain-lain.<br /><br />Banyaknya penduduk pendatang ini akibat adanya progam relokasi yang dilakukan<br />sejak tahun 1905 oleh pemerintah kolonial Belanda dengan memindahkan petani dari<br />Bagelan Jawa Tengah dan membangun Kota Wonosobo dan Kota Agung. Kemudian<br />tahun 1932 – 1937 ada pembukaan lahan transmigrasi baru di Kota Metro, Pringsewu,<br />dan berbagai kota lainnya. Program transmigrasi ini terus berlangsung hingga akhir<br />dekade 80-an.<br /><br />Karakteristik mata pencaharian penduduk pendatang pada umumnya memiliki<br />kekhasan dalam beradaptasi. Sebagai contoh pendatang asal Pati – Jawa Tengah<br />yang semula sebagai petambak lebih memilih usaha tambak di lokasi barunya. Semula<br />mereka berbudidaya bandeng dan jenis ikan lainnya, tetapi seiring dengan<br />perkembangan tren budidaya udang windu mereka beralih ke jenis yang lebih<br />menguntungkan ini ditambah lagi dengan dukungan dari pihak pemberi modal.<br />Demikian pula dengan pendatang dari etnis Bugis yang terkenal sebagai pelaut lebih<br />memilih menjadi nelayan. Pendatang dari Jawa yang semula petani lebih memilih<br />usaha di bidang pertanian dan perkebunan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pariwisata</span><br /><br />Dibidang pariwisata Kota Bandar Lampung memiliki beberapa objek yang patut dikunjungi<br /><br />1. <a href="http://fakhri-tutor.blogspot.com/2009/10/pantai-pasir-putih-taman-bukit-kedaton.html">Pasir Putih</a><br />2. <a href="http://fakhri-tutor.blogspot.com/2009/10/musium-lampung-musium-lampung-adalah.html">Musium Lampung</a><br />3. Wisata Desa Pekon Ujung<br />4. <a href="http://fakhri-tutor.blogspot.com/2009/10/taman-wisata-bukit-kedaton.html">Taman Wisata Alam Bukit Kedaton</a><br /></span></div>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-64396574074142634542009-10-02T13:00:00.001+07:002009-10-02T13:12:43.918+07:00<strong><span style="font-size:130%;">Glance Art And Tradition </span></strong><br />Language : <a href="http://fakhri-tutor.blogspot.com/2009/09/sekilas-tentang-seni-dan-tradisi-bangsa.html">Indonesia</a><br /><br />Lampung nation has a rich variety of arts will be diversity, beauty and elegance of culture. <span class="fullpost">Dance hosted by Muli Meghanai Lampung has characterized the motion as well as its own style. Classical dances held at the royal ceremony is a form of dance known as Tarakot Kataki or Lalayang each Kasiwan that exhibited by twelve equal Meghanai collectively holds some fans and some will not hold the fan.<br /><br />Variety dance is dance Tanggai shown by one, two, or four people who each Muli holding fan. In bringing the Muli Tanggai Dance is using a nail polish accessories long silver finger tip placed the dancers. Dance is accompanied by the rhythm Gamulan / ditingkahi kulintang with the Meghanai who brought a certain stanzas called Ngadidang.<br /><br />Within ten days in the month of Shawwal held Sekuraan Mask Festival is held as an expression of joy after a full month of fasting and a Victory Day. It held several Sekuraan Pekon at Brak scale with various treats such as Silek Arts, Muwayak, hadra, and Nyambai by Sekura.<br /><br />There are two types of Sekura Helau Sekura which symbolizes wisdom and virtue and symbolizing Sekura Kamak Greed and Keangkaramurkaan. Sekura Helau wore beautiful costumes and nice as a subordinate who was wearing a motive Tapis cloth and a boss who wore a long cloth, Sekura Kamak while wearing scary masks and costumes are mostly black, black.<br />Every day before Idul Fitri and Idul Adha Ngelemang tradition at the pivot axis scale, especially in the pivot Brak Buay Take a Way In, there are several types such as Lemang Siwok Lemang made of glutinous rice, Bungking Lemang made of glutinous rice, bananas, and a Ceghughut Lemang made of glutinous rice, red sugar. This tradition is actually a continuation of tradition that prevailed in the Minangkabau region.<br /><br />Lampung nation known to have woven a beautiful and elegant, known as filter fabric. Filters are a great cloth and sacred originally worn only by the Saibatin and his family, especially Gawi and worn in traditional ceremonies. But in the filter fabric development have been mass-produced so that each audience can be an opportunity to own and wear.<br /><br />We have been commercialized Tapis cloth and has a high economic value and have melanglangbuana up to foreign countries. Now Kain Tapis has undergone development to the more varied with many different forms and has penetrated the world like clothing and fashion accessories accessories Filters motive.<br />.<br />Oral Literature<br /><br />Lampung oral literature belonging to the collective interest of Lampung. The main feature of kelisanan, anonymous, and closely with the customs, traditions, and customs in Lampung culture. Literature is scattered in many communities and is a very important part of the cultural treasures of ethnic Lampung.<br /><br />Lampung Literature is literature that uses language as a media creation Lampung, both oral and literary literary writing. Literature Lampung has a closeness with a strong tradition of Malays by saying, proverb, chants, rhymes, poems, and folklore<br />Lampung oral literary genre<br /><br />A. Effendi Sanusi (1996) divides the five types of oral literary tradition Lampung: proverbs, riddles, spells, poetry, and folklore.<br /><br />Sesikun / sekiman (proverb)<br />Sesikun / sekiman is the language that has figuratively speaking or any allusion. Function as a means of giving advice, motivation, satire, celaaan, flattery, comparison or sweetener in language.<br /><br />Seganing / teteduhan (puzzle)<br />Seganing / teteduhan is raised about vaguely, usually for a game or for sharpening the mind.<br /><br />Memmang (spell)<br />Memmang are the words or sayings that can bring supernatural power: to cure, may bring harm, and so on.<br /><br />Warahan (folklore)<br />Warahan is a story that basically delivered orally; be shaped epic, sage, fables, legends, myth and fiction exclusively.<br /><br />Poetry<br />Poetry is a form of literature that express one's thoughts and feelings imaginatively and arranged with all the power of language with the physical structure and pengonsentrasikan inner structure.<br /><br />The forms of oral poetry Lampung<br />Based on its function, there are five kinds of poetry in the oral tradition of literary treasures of Lampung: paradinei / paghadini, pepaccur / pepaccogh / wawancan, pattun / segata / adi-adi, bebandung, and ringget / pisaan / dadi / highing-highing / wayak / ngehahaddo / hahiwang .<br /><br />Paradinei / paghadini<br />Paradinei / paghadini is poetry Lampung tradition commonly used in the ceremony welcoming guests at the wedding ongoing customary. Paradinei / paghadini spokesman said each party, both parties are coming and that was visited. In general, the contents paradinei / paghadini form of frequently asked questions about the intent or purpose in coming.<br /><br />Example:<br />Jak appeal sikam jinna<br />Forgot jondong stop mak<br />Kubimbing niku jinna<br />Mukhawan niku khatong<br />Kutattak Mawat pepper<br />Lamon kammak ni jukuk<br />Mawat opened cawa<br />temmon sai kammak cawa<br />The gisting nangun mikhing<br />Meander the winding road<br />Najin world giccing<br />moist sapai in niku<br /><br />Pepaccur / pepaccogh / wawancan<br />Pepaccur / pepaccogh / wawancan is the tradition of poetry which contains advice Lampung or messages after giving adok (custom title) to flunky-girl in honor / marks have been married in a wedding. Giving adok (custom title) done in traditional ceremonies known as butetah or lainnnya terms, ngamai and nginai adek, ngamai ghik ngini adok, and kabaghan adok or nguwaghko adok.<br /><br />Pattun / Segata / Adi-Adi<br />Rhymes / segata / adi-adi is one type of poetry Lampung common tradition among ethnic Lampung used in events that celebrate nature, such as the young couple filler nyambai, miyah damagh, kedayek.<br /><br />Example pattun / segata:<br />Bukundang Lose Sahing<br />Coming pie nanom peghing<br />Titanom banjagh capa<br />Coming ngulih pie-ulih<br />Jama kutti dija sai<br />Kesaka Adek dija<br />Kuliak Nambi dibbi<br />Adek gelagh ni sapa<br />Nyin mubangik ngughau ni<br />Budaghak hitched dinyak<br />Mak Tuha Pullan again<br />Bukundang hitched dinyak<br />Children Tuha again mak<br />Pie Mulang payu uy uy<br />Dang saka ga on huma<br />Manuk loved kenuy<br />Layau kimak tigaga<br />Nyilok silok in lawok<br />Lantern balimbing<br />Najin ghalang kupenok<br />Roe ghisok kubimbing<br />Coelomic Kusassat ghelom<br />Origin of stone putungga<br />Kusassat ghelom pedom<br />Origin putungga niku<br />Kughatopkon mak ghattop<br />Wood dunggak pumatang<br />Sanga Pedom many silop<br />Min pitu oil miwang<br />Oil Indani ghaddak<br />Titanom in cenggighing<br />Injuk loom much Musakik<br />Bukundang lost sahing<br />Wat ya crazy mūṣaka<br />Ki ni TEMON peghhati<br />Yes crazy sangon Mawat<br />Niku masangkon mind<br />Ali-ali in the left jaghi<br />Bracelet on right culuk<br />Sunyin in kutti Mahap<br />Ki wrong dang sayahan<br />Translation:<br />Dating Losers rival<br />Coming to plant bamboo<br />Planted near the capa<br />Coming asked<br />To you here<br />Brother when here<br />I saw yesterday afternoon<br />Brother's name who<br />In order better to call<br />Farm where I<br />Old forests no longer<br />Going out with who I am<br />Older child no longer<br />My first home uy uy<br />Do not be long in the fields<br />Loved the chicken hawk<br />Chaotic if not prevented<br />Looking around at the sea<br />Lantern balimbing<br />Although rarely seen<br />But often kuucap<br />I'm looking into the dark bottom<br />Origin met rock<br />I'm looking up to sleep<br />Origin met with you<br />Kurebahkan not fall down<br />Wood at the end of embankment<br />For a moment I fall asleep<br />Seven times woke up crying<br />Like oil ghaddak *<br />Planted on the hillside<br />What a pain I feel<br />Dating defeated rival<br />There's been a long sebenanya<br />If there is more attention<br />Yes, it does not<br />You plant the favor<br />Ring on left finger<br />Bracelet on his right foot<br />Sorry it all to you<br />If one should not mock<br />• the name of the tree to protect coffee crops<br /><br />Bebandung<br />Is poetry tradition Bubandung Lampung pertuah-containing advice or teaching related to the Islamic religion.<br /><br />Ringget / Pisaan<br />Ringget / pisaan / dadi / highing-highing / wayak / ngehahaddo / hahiwang is poetry Lampung tradition commonly used as an introduction to traditional event, complementary event to the release of the bride groom, complement traditional dance show (cangget), complement youth event (nyambai, miyah damagh, or kedayek), chanting the lull children, and fill the time relaxing.<br /><br />Source: www.id.wikipedia.org.</span>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-67135576507841570102009-10-02T12:42:00.001+07:002009-10-02T12:48:53.559+07:00<strong><span style="font-size:130%;">Life philosophy and guidelines Ulun Lampung</span></strong><br />Language : <a href="http://fakhri-tutor.blogspot.com/2009/09/falsafah-dan-pedoman-hidup-ulun-lampung.html">Indonesia<br /></a><br />Wat Lampung Tandani Ulun Piil-Pusanggiri Honor Hina Sehitung Wat Liom Rega Juluq Self-Adoq Ram Pegung, meet-Nyimah Muari-Nyampor Nengah Ngungkung Mak, Sakai-Sambayan Gawi.<span class="fullpost"><br /><br />Lampung Ulun Life philosophy is illustrated by the five flower symbols decorate Sigor in Lampung Province. According to the Book of Kings Kuntara Niti, Lampung Ulun philosophy must have Five Live:<br /><br />1. Piil-Pusanggiri (ashamed to do the job according to religious humiliation and self-esteem),<br />2. Juluq-Adoq (have a degree of personality in accordance with customary disandangnya),<br />3. Meet-Nyimah (frequent visits to stay in touch, always strengthen brotherly and friendly reception),<br />4. Middle-Nyampor (active in social intercourse and not individualistic),<br />5. Sakai-Sambayan (mutual help and mutual help with other community members).<br /><br />Seven Guidelines for Life Ulun Lampung:<br /><br />1. Bold face challenges: nyerai mak mak karai ki, ki nyedor mak mak bador.<br />2. Firm establishment: ratong flood kisir mak, mak ratong barracks kirak.<br />3. Perseverance in reaching goals: the origin mak pegai Lesa tilah yes, as long as ya mak tilah Kelai deterrent.<br />4. Understanding the community members who will not equal: huma pak pak broom, jelma pak pak semapu, ten good ngulih-ulih eleven, ten of eleven chose tawai-select.<br />5. Our results depends on the business we're doing: andah wat wat padah, repa ulih riya behavior.<br />6. Give priority to unity and solidarity: langkang dang dang nyapang, let Pekon mak ranggang, dang dang pungah lucah, let Pekon mak sides.<br />7. Wise and prudent in solving problems: wayni at rubok, iwani dapok.<br /><br />Source<br />• www.id.wikipedia.org.<br />• http / / melayuonline.com</span>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-35667881268500827512009-10-02T12:32:00.002+07:002009-10-02T12:35:14.039+07:00<strong><span style="font-size:130%;">Based on the division of Lampung Area Way </span></strong><br />Language : <a href="http://fakhri-tutor.blogspot.com/2009/09/pembagian-wilayah-lampung-berdasarkan.html">Indonesia<br /></a><br />Lampung community by holding regular life to the norms and customs that perniti both written in ancient letters and Lampung orally were hereditary. <span class="fullpost">Social life governed by the kinship system is patrilineal genealogical which is customary rule governing the particular livelihood system of life, kinship system, social and cultural life.<br /><br />Literally Buway (Bu-Way) means the owner or owners of water areas based on local authority or river water flow (Diandra Natakembahang: 2005). The division of regions and territories based on the river or the way the river in Lampung to become a Clan Or Buway, this division is intended to prevent disputes between clans or kebuayan. This zoning is governed by Umpu Take a The Way.<br /><br />A. Kepaksian Territory Pak core axis scale Brak:<br /><br />1. Way Selalau<br />2. Way Belunguh<br />3. Know Way<br />4. Way Kamal<br />5. Way Metal Enclosure<br />6. Way Semuong<br />7. Way Sukau<br />8. Way Ranau<br />9. Way Liwa<br />10. Way Krui<br />11. Way Semaka<br />12. Way tutung<br />13. Barley Way<br />14. Way Benawang<br />15. Way Ngarip<br />16. Way Wonosobo<br />17. Way Ilahan<br />18. Kawor Way Ivory<br />19. Way Haru<br />20. Cape Way Seizures<br />21. Way Tanjung Setia<br /><br />B. Penyimbang Territory retainer of rolling:<br /><br />1. Way Meringgai<br />2. Way Kalianda<br />3. Way Harong<br />4. Way Palas<br />5. Way Jabung<br />6. Way Tulung Pasik<br />7. Way Jepara<br />8. Way Kambas<br />9. Way Ketapang<br />10. Way Limau<br />11. Way Rhino<br />12. Nature Way<br />13. Doh White Way<br />14. Way Kedondong<br />15. Airport Way Sand<br />16. Way Punduh<br />17. Way Sonneratia<br />18. Stone Way Regak<br />19. Way Berak<br />20. Way Kelumbayan<br />21. Way Peniangan<br /><br />C. Penyimbang Territory Telu Pubiyan retainer Family:<br /><br />1. Way Pubiyan<br />2. Sugarcane Way<br />3. Way Ratai<br />4. Way Seputih<br />5. Way turvy<br />6. Way Penindingan<br />7. Way Semah<br />8. Salak Way Berak<br />9. Kupang Way Teba<br />10. Way Bulok<br />11. Way Latayan<br />12. Way Waya<br />13. Way Samang<br />14. Way Layap<br />15. Way Pengubuan<br />16. Way Sungi Sengok<br />17. Way Peraduan<br />18. Stone Way Betangkup<br />19. Way coelomic<br />20. Way Heni.<br />21. Way Naningan<br /><br />D. Retainer Penyimbang Territory Flower Sungkay Mayang:<br /><br />1. Way Sungkay<br />2. Way Malinai<br />3. Way TAPUS<br />4. Way TAPUS<br />5. Way Ulok Buntok<br />6. Way poultice Rhino<br />7. Kujau Way<br />8. Way Surang<br />9. Way Kistang<br />10. Raman Mountain Way<br />11. Way Rantau Tijang<br />12. Way Tulung Basil<br />13. Way Tulung Biuk<br />14. Way Tulung Maus<br />15. Way Tulung Cercah<br />16. Way Tulung Hinduk<br />17. Inviting Tulung Way<br />18. Citadel Way Hitu<br />19. Way Pengacaran<br />20. Way Cercah<br />21. Way Causeway Silence<br /><br />E. Retainer Penyimbang Territory Buay Five Way Kanan:<br /><br />1. Way Umpu<br />2. Way Besay<br />3. Way Jelabat<br />4. Way Sunsang<br />5. White Way Kanan<br />6. Pengubuan Way Kanan<br />7. Way Giham<br />8. Way Petay<br />9. Black Way<br />10. Way Cool<br />11. Way Napalan<br />12. Way roll<br />13. Way persuade<br />14. Way Tuba<br />15. New Way<br />16. Way Tenong<br />17. Way Kistang<br />18. Way skelter Kelikik<br />19. Way Kabau<br />20. Way clogs<br />21. Way Raincoats<br /><br />F. Penyimbang Territory retainer Siwo LTD Mego:<br /><br />1. Way ABUNG<br />2. Way MELAN<br />3. Way Sesau<br />4. Way Kunyaian<br />5. Way Sabu<br />6. Way Kulur<br />7. Way Kumpa<br />8. Way Bangik<br />9. Way Round<br />10. Way Tulung Balak<br />11. Galing Way<br />12. Way Cepus<br />13. Toping Estuary Way<br />14. Nunyai Canal Way<br />15. Way Causeway Silence<br />16. Way Banyu Urip<br />17. Temple Way Sungi<br />18. Way Tulung Biuk<br />19. Pius Tulung Way<br />20. Way Umban<br />21. Way Guring<br /><br />G. Penyimbang Territory retainer Mego Mr Tulang Bawang:<br /><br />1. Way Rarem<br />2. Way Gedong Aji<br />3. Way Penumangan<br />4. Way Panaragan<br />5. Way Kibang<br />6. Way Edge Mountains<br />7. Way Nunyik<br />8. Way Lebuh Dalom<br />9. Way Mount Tailor<br />10. Way Pagar Dewa<br />11. Long Marsh Way<br />12. Marsh Way Cokor<br />13. Way Tulung Belida<br />14. Way Karta<br />15. Way Mount Cotton<br />16. Way Malai<br />17. Way crisis<br /><br />H. Retainer Penyimbang Territory Histories:<br /><br />1. Way Histories<br />2. And its tributaries<br /><br />Source:<br />• www.tulangbawang.go.id.<br />• www.id.wikipedia.org.<br />• http / / melayuonline.com</span>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-84241442737891457162009-10-02T12:22:00.002+07:002009-10-02T12:28:21.339+07:00<strong><span style="font-size:130%;">Traditional hierarchy in Kepaksian</span></strong><br />Language : <a href="http://fakhri-tutor.blogspot.com/2009/09/hirarki-adat-dalam-kepaksian-seperti.html">Indonesia<br /></a><br />As was explained earlier made Belasa Pepadun Kepampang made such a throne where the king is enthroned bertahtanya the pivot scale Mr. Brak. <span class="fullpost">Custom decrees that only a straight descendant of the pivot tersulung Brak Pak scale are eligible to sit on it in gawi Pepadun the coronation of King as Saibatin. Thus customary Pepadun like those found in other areas such as Lampung homelands in scale Brak.<br /><br />Consideration to raise or lower one's rank is customary in traditional court agreement with respect to one's loyalty to the line and customary rules. If someone votes are qualified and adhere to the line, provisions and customary rules, and for all offspring can be considered for the rank customary level increased. But if that happens otherwise likely to rank their offspring remained customary or even lowered.<br /><br />The second consideration to raise one's rank is customary to see the number of subordinates of a person who will be promoted the rank of ancestral lands. Someone who holds the rank of customary or Gelaran called ADOK must have a subordinate position compared with the rank of ancestral lands.<br /><br />Highest level in the rituals are Saibatin suntan. To be able to achieve Gelaran or Adok and customary position or rank is determined by how many subordinates or followers of a person. Traditional hierarchy in scale Kepaksian Brak from the highest to the lowest are:<br /><br />1. Suttan<br />2. King<br />3. Inward<br />4. Radin<br />5. Minak<br />6. Boxed<br />7. Mas<br /><br />Petutughan or call the Indigenous Peoples of Lampung is based on a person within the traditional hierarchy. To call my brother is Pun and Ghatu to suntan, Atin for King, Udo and Cik Dang Wo to mind, Udo and Wo for Radin, Udo and Cik Ngah Ngah to Minak, Brother and Ngah to Mas and brother to Pack. While calls to parents are Will and Ina Dalom to suntan, Aki and Ina mind for King, father, and Ina Inner to Inner whereas for Radin, Mas and use call Kimas Mak and Bak. Calls to the same level as the parents call her uncle and aunt are; Mr. Ina Dalom and Dalom to suntan, Mr. Ina Batin Batin and King, sir-and Middle to Inner Middle Cik, Mr. Balak Balak and Ina for Radin, Pak Ngah and Mak Ngah for Minak, Mr. and Ina Lunik Lunik for Mas and Pak Cik and Mak Cik for the Pack. Call for grandparents is Tamong Dalom and Dalom to level Kajong suntan, Tamong Inner and Inner Kajong for the King and the Inner level while for Radin, Minak, Mas and Pack the use Tamong and Kajong calls only.<br /><br />Mat or Adok-DALOM, suntan, KING, QUEEN, NO and calls as well as a slow SAIBATIN BUILDING Saibatin only for his family and forbidden and used by others. In line and customary rules are not likely to buy a traditional rank, both with Cakak Pepadun or by other means, especially in the plains Brak Scale as an official of the royal heritage pivot Brak Pak scale.<br /><br />About one in a custom rank can not be judged by the material and the power that can raise one's position within the tradition, but is determined by the origin, character and number of followers of a man in a traditional environment. When the three met then one's position within the indigenous do not have to buy a property or requested and will be awarded accordingly.<br /><br />Opportunity to raise one's position within the customary can also be exercised at the event or Wedding Nayuh, etc. Khitanan. The announcement for this promotion, conducted with the usual ceremonies according to customary among the audience accompanied by the strains of solemn sound of the language with Perwatin Canang smooth and has a deep meaning.<br /><br />Language Perwatin is a regular variety of language, related to organized and always have a wonderful sense of elegant, this variety of language commonly used in traditional environments and the people or respected elder. While language is the variety of language Merwatin used market for daily that the development of language has been influenced by other languages.<br /><br />Increase one's procession was attended by customs in Saibatin suntan or a designated representative and the Saibatin and other dignitary. Of a series of words said in the form of poetry can be listened to the phrase "Sai Canang owl Ghayu Yes Mibogh World Nigham Sapa Sapa Ngeliak Yes Nengis Yes Hila"<br /><br />Freely translated means "Voice Like a Gong sound the solemn owl seduce, The whole world heard the echoes, Who's The View was amazed And Missing, Who Heard It would be touched". This means that the announcement of an increase in one's place within the customs have been officially announced.<br /><br />About the use of Lampung Pepadun in other areas where it was customary in the position can be bought or increase in the customary position by holding a Big Ganda. Cakak Pepadun in this region can be analyzed as follows inception-Member State which has a genealogical relationship of one scale axis Mr. Brak and several groups of migrants from other regions that occupy this new territory far from the influence of Saibatin and Line, Regulations, and Conditions customary laws and binding.<br /><br />This new place would by itself be a leader and Modeling of the group abide by the new place, to form a new community and the person chosen as the leader of this community who has particularly certain wealth and power to protect the community. Hence the Lampung area can be certain someone who does not have a royal dynasty had himself become a leader or head of certain customary compensation.<br /><br />The way how this self appointment took samples from the coronation of King Saibatin homelands scale Brak Pak axis, the next time Pepadun Cakak event has become a habit and continues until present. In this new area there are apparently no restrictions on the ranks of Indigenous with the fact that there is that Gelaran Gelaran or the Sacred and Adok held at pivot scale Mr. Brak was even become a public carpet in this area.<br /><br />After about rising Pepadun with this there is no basis to be a great race among the audience, this opportunity is used by pasa penyimbang to seek wealth and then increased so as to bring great harm to the public in the conduct of Ganda. This situation is exploited by the Dutch government to facilitate action towards this action.<br /><br />In this imperialist era used by the imperialists to divide the Nation Lampung so differences are used as bait to exacerbate the conflict between his own nation, especially in Lampung Traditional. Netherlands replace the king with the position as Pesirah. Form of government that had been executed in the order of purity and nobility of Indigenous slowly directed to follow the Dutch interests.<br /><br />Source:<br />• www.lampungtengah.go.id.<br />• www.tulangbawang.go.id.<br />• www.id.wikipedia.org.<br />• http / / melayuonline.com </span>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-14195732959104038122009-10-02T12:13:00.002+07:002009-10-02T12:15:46.862+07:00<div align="justify"><strong><span style="font-size:130%;">Kingdom Tulang Bawang<br /></span></strong>Language : <a href="http://fakhri-tutor.blogspot.com/2009/09/kerajaan-tulang-bawang-1.html">Indonesia</a><br /><br />1. History<br />Tulang Bawang Kingdom is one of the oldest Hindu kingdom in the archipelago. There are not many historical records that reveal the facts about this kingdom. <span class="fullpost">Because, when Che-Li-P'o Chie (Kingdom of Sriwijaya) develops, name and the greatness of the Kingdom of Tulang Bawang it faded. According to ancient China, around the mid-4th century ever there was a Bhiksu and pilgrims named Fa-Hien (337-422), while sailing to India and Sri Lanka, stranded and had stopped in a kingdom called To-Lang-P'o Hwang (Tulang Bawang), precisely in the interior Chrqse (Sumatra).<br /><br />Another source mentioned that China was a poet named I-Tsing who had stopped at Swarna Dwipa (Sumatra). Places proved to be a part of the kingdom of Srivijaya. At that time, he could see the area called Selapon. He then gave the name of the area with the term P'ohwang Tola. The title is taken from P'ohwang Tola During any spelling. To spell this word in the poet's tongue to be read so-la-po-un. People generally come from China to the region '. I-Tsing, who are immigrants from China Tartars and tongue can not say So, the spelling is familiar to him. Thus, the word is mentioned solapun or selapon called Tola P'ohwang. Over time, as it became TOLANG Powang or later become Tulang Bawang.<br /><br />Sriwijaya kingdom is a federation or coalition between the Malays and the Kingdom of the Kingdom of Tulang Bawang (Lampung). In the reign of Srivijaya, the influence of the Hindu religion is very strong. Malays who can not accept these teachings, so they then retreated to Brak Scale. However, there are many Malays who settled in Megalo with maintaining its own culture and practice that still exists. In the 7th century, the name given P'ohwang Tola another name, namely Selampung, which became known as the Lampung.<br /><br />Until now, no person or party who can ensure the kingdom where the center is Tulang Bawang. A historian, Dr. J. W. Naarding estimates this kingdom center located in Tulang Bawang Way, between Menggala and Pagar Dewa, a distance of about a radius of 20 km from the center Menggala City. If traced geographically present, the kingdom is located in Tulang Bawang, Lampung Province, Indonesia.<br /><br />Around the 15th century, the City Manggala and Tulang Bawang River flow is known as the center of a thriving trade, particularly with black pepper agricultural commodities. That said, the black pepper prices offered to the Dutch colonial trade union or VOC (Oost-Indische Compagnie) cheaper than the price offered to the merchants of Banten. Therefore, this commodity is very famous in Europe. Along with the times, Tulang Bawang River to dock "Boom" or place bersandarnya merchant ships from all around the country. However, the story about the progress of this commodity is only one historical record only.<br /><br />Tulang Bawang kingdom is not passed on to the system of government is still developing until now. The name of this kingdom later became the name of Tulang Bawang, but the systems and governance structure tailored to the modern political development.<br /><br />2. Period<br />Because not many historical records that reveal the deeper facts about the Kingdom of Tulang Bawang, the data about the period of his reign was still in the process of collection.<br /><br />3. Territory<br />Tulang Bawang the Kingdom which now covers an area better known as the province of Lampung.<br /><br />4. Government Structure<br />Kingdom government structure Tulang Bawang have not obtained the data. The following will be discussed about how the local government system Tulang Bawang in pre-independence era, when the area became part of the Dutch East Indies government. On November 22, 1808, Lampung Kesiden government established by the Government of the Netherlands East Indies under the direct supervision of the Governor-General Herman William. This reorganization resulted in the traditional government and a means to attract public sympathy. Dutch East Indies government under the authority of the Governor-General Herman William later formed Government, led by Marga Marga Head (Kebuayan). Tulang Bawang region is divided into three kebuayan, namely Buay Moon, Buay Tegamoan, and Buay Umpu. In 1914, established a new kebuayan, namely Buay Aji.<br /><br />However, this system did not last long because in 1864 began to set up a system based on Pesirah Government Decree No. Kesiden Lampung. 362/12 dated May 31, 1864. Since then, the construction of various facilities that benefit the interests of the Dutch East Indies were constructed, including the Tulang Bawang. When Kesiden Lampung colonized by Japan, not many things changed. After Indonesian independence, defined as the residency of Lampung in South Sumatra Province. After Indonesian independence, many changes Lampung administration system. In fact, since the expansion of the province to bloom occurred in the era of regional autonomy, Lampung province designated as a separate area of South Sumatra province. Since then, the status is set as Sub Menggala Menggala under the auspices of the North Lampung Province.<br /><br />Tulang Bawang history does not stand so alone, but through a process of important meetings between the elders and community leaders together with government, held since 1972. The meeting was planned establishment of Lampung province into ten districts. In 1981, the Government of Lampung Province and then formed eight Maid Agency Regent, one of which is the North Lampung Regent Menggala Region. Based on the Decree of the Minister of Home Affairs No.821.26/502 dated June 8, 1981, established the working area Maid Regent South Lampung, Central Lampung, North Lampung and Lampung province.<br /><br />Through a long process, finally the existence of Tulang Bawang decided by decree of the Minister of Home Affairs on March 20, 1997. As a follow-up, the decision was developed in the Law No. 2 Year 1997 on the Formation of Regional Tulang Bawang Level II and Level II Tagamus District.<br /><br />6. The Socio-Cultural<br />When found by I-Tsing in the 4th century, society is still traditional Tulang Bawang. However, they are good at making handicrafts from iron metal and make palm sugar. In subsequent developments, Tulang Bawang community life is still marked by economic activity continued to bergeliat. In the 15th century, Tulang Bawang district is known as one of the trade center in the archipelago. At that time, black pepper commodities are agricultural products are favored. The description of socio-cultural life of Tulang Bawang communities are still in the process of data collection.<br /><br />Source:<br />• www.lampungtengah.go.id.<br />• www.tulangbawang.go.id.<br />• www.id.wikipedia.org.<br />• http / / melayuonline.com </span><br /><br /></div>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-11135629075707731862009-10-02T12:02:00.002+07:002009-10-02T12:06:38.300+07:00<strong><span style="font-size:130%;">Kingdom Brak Scale<br /></span></strong>Language : <a href="http://fakhri-tutor.blogspot.com/2009/09/kerajaan-skala-brak-1.html">Indonesia<br /></a><br />1. History<br /><br />The existence of the Kingdom can be traced Brak scale through historical relics, the statues, identify, stone brak, LIWA and sukau, <span class="fullpost">and megalithic sculptures in the style of some Purawiwitan Pekon Sumberjaya. The kingdom is located on the slopes of Mount Pesagi, precisely in BELALAU mainland, south of Lake Ranau (now known as West Lampung district), in South Sumatra, Indonesia. This mountain became a crowded sanctuary visited by the public until now. This royal fame also marked the tambo-tambo made of bark and a buffalo skin.<br /><br />Ancient objects other heritage strengthens evidence of this kingdom. First, a large slate of Bunuk Tuar or haur known as yellow (LIWA). High stone is 1.33 meters, width 20 cm, and below 50 cm wide. This stone Hindu reads the letter (Pallawa). Second, stone or stone kepapang in Cape Win bercangkah Know. It is estimated that this stone as a place of punishment for those who break the law. Third, the site of stone bekhak Pekon Purawiwitan Sumberjaya. Before getting to know the iron tools, people more familiar with ancient stones.<br /><br />Other historical evidence of the inscription. Prof. Dr. Louis-Charles Damais, for example, had disclosed the fact Hujung inscription in his book entitled Heaven epigraphy and history Nusantara (1995). Inscription bertarikh 9 Margasira 919 Saka (12 November 997 AD) was discovered in the village of Garlic, between Liwa and Mount Pesagi. As stated in the line-7, which pulled out of this inscription is Sri Haridewa, the name of the king in Lampung. It is estimated that this king has to do with the Kingdom of Brak Scale.<br /><br />Based on the evidence that historical legacy, many historians who do not dismiss the argument that the kingdom Brak Scale was really there. Among the experts referred to the history of the Dr. Fn. Fune, Groenevelt, Rampanggilay, Van Vollenhoven, LC Westenenk, and Hellfich. This means that the scale Brak is the origin region (embryo) indigenous Lampung. Residents Brak Scale gradually make the shift from time to time to various areas in Lampung and surrounding areas.<br /><br />Migration process is based on a number of important events. First, tribes had been driven by Tumi fall into the hands Brak Scale axis Mr. Brak Scale when the teachings of Islam began to go into this area. Second, the process of displacement are the result of a dispute between the families. The group that did not receive more state decided to move to another area. Third, the earthquake that caused some residents to move to another place. Fourth, the existence of customary rules which stipulate that customary rights to fall or be inherited by the oldest son. Young children generally do not have rights. They finally decided to move to other areas in hopes of getting the position and social levels better.<br /><br />These tribes spread process occurs through Komering River, Semangkai, Sekampung, Seputih, Tulang Bawang, Umpu Way, Rarem Way, and Way Besai. The entire flow of these rivers is the scope of the current Lampung region, except the incoming Komering River in Palembang region.<br /><br />According to China's ancient book of records, copied by Groenevelt into English, that between 454 and 464 there is a story about the kingdom Full of lies between Java and Cambodia. A King of the Full or Sapanalanlinda termed (data undiscovered real name) had sent an envoy named Taruda to China with gifts of gold and silver. L.C. Westenenk said that the Full name in the kingdom can be attributed to Know, capital BELALAU District.<br /><br />Kingdom Brak scale collapse over the entry of Islamic teachings. According to the existing history in the legend, there are four people Son King Pagarruyung arrived at Brak Scale, namely Umpu Belunguh, Umpu Pernong, Umpu Walking On Way, and Umpu Nyerupa. The word comes from the word Umpu Ampu, as stated in the slate in the bertarikh Pagarruyung 1358 AD Ampu Master is the name for the children of kings in Pagarruyung Minangkabau. Arriving at Brak Scale, four UMPU is then met with Mulu delivered by someone called The Moon. At Brak Scale, was founded four UMPU named pivot assembly which means Mr. or Four Four Agreed.<br /><br />Through these four characters, the message of Islam began to grow. Many residents, including the tribe who embraced Islam Tumi. However, residents are reluctant to embrace Islam decided to escape to the Coastal Krui and continue across to the island of Java. Some are there who go to the region of Palembang.<br /><br />Four UMPU such a big role against the establishment of the Kingdom of Brak Scale. The kingdom was then divided into four regions, with each of the four characters as a leader. First, rule Belunguh Umpu BELALAU with its capital of Cape Winning Know. This region is known as the pivot Buay Belunguh. Second, Stone ruled Pernong Umpu Brak with Hanibung capital. This region is known as the pivot Buay Pernong. Third, Umpu Walking In ruling on the Way Back Kembahang and Mother Hill State with its capital Peak. This region is known as the pivot Buay Take a Way. Fourth, Nyerupa Umpu rule with its capital at Sukau Siring Tread. This region is known as the pivot Buay Nyerupa. The Moon itself also get called Cenggiring region. However, because this region close to the pivot Buay Pernong, the region will be combined with that axis.<br /><br />Tumi tribe who fled to the Coastal Krui and occupying clans retainer Five, namely Sonneratia Marga, Marga Airport, Marga Laai, and Marga Way Sindi. However, unfortunately the five areas in Lima courtier clan can be conquered by the Lemia Ralang Abstinence from Ranau Lake area, assisted by five people from the pivot retainer Mr. Brak Scale. Five retainer clan name comes from the role of the five masters who occupy the conquered regions are.<br /><br />2. Territory<br />Brak Scale Royal authority covers an area which now is in the province of Lampung, South Sumatra, Indonesia.<br /><br />3. Government Structure<br />As already stated above that the Royal government structures Brak Scale divided by four pivot (pivot Mr. Brak Scale), the pivot Buay Belunguh, Pernong Buay pivot, pivot Buay Take a Way In, and the pivot Buay Nyerupa.<br /><br />4. The Socio-Cultural<br />At first, Brak scale terrain inhabited by tribes who adhered Tumi animism. This tribe glorifies a tree which they believe to be the mortuary of the gods, the tree or jackfruit Belasa Kepampang the fork. This tree has two branches, one branch is the jackfruit and the other is sebukau, which is a kind of sap wood. The specialty of this tree is located in Khasiatnya as a poison antidote. For example, if the person is exposed to the sap of its branches will be suffering from skin diseases. However, if treated with a stem so that the disease will be lost because the antidote.<br /><br />After Islam was introduced in the Kingdom of Brak Scale, a lot of changes to the system of religious and belief communities. For example, a tree which is Melasa Kepapang shrine in the kingdom of Interest Tumi Scale felled by a pivot Brak Pak. The tree was later changed to Pepadun, where the throne used at the coronation Saibatin, the kings of the pivot Mr. Brak Scale and descendants. Pepadun Pepadun this is the first time in Lampung. Around the early 9th century, the Saibatin create their own characters and figures as a script known Lampung Lampung Had. Lampung had actually influenced by two elements, namely Pallawa script and Arabic letters. Lampung had a form of kinship with the characters Rencong Aceh, Bengkulu Rejang script, and the Bugis script.<br /><br />There are two understandings of the meaning of these pepaduan. First, to integrate the validation or ordination that are sitting on pepaduan is king. Second, as a place for people who complain about the particulars of the kingdom or the right to make decisions. Pepaduan function only for the kings who reigned in Brak Scale. Agreement on four-axis, then the pepaduan is entrusted to someone who named Benyata to save it. He was also appointed as treasurer in Pekon Area, pivot Buay Belunguh. The existence of the treasurer's position is to avoid the seizure or the dispute between the descendants axis Mr. Brak scale in the future. One of the four UMPU and his descendants can borrow pepaduan to convert one of his descendants as king, but after use must be returned to Benyata.<br /><br />In 1939, a dispute has occurred among the offspring in terms of seizure Benyata descendants of the oldest and who is entitled to keep pepaduan sepeninggalan Benyata. After the customary meeting with the approval of Mr. scale pivot Brak and Residency, it was decided that the right to keep pepaduan are those who have a straight line with Umpu Belunguh. That decision is still valid until now.<br /><br />Community Lampung, including Brak Scale, was holding fast to the norms and customs, which inherited both orally and through writing letters of Ancient Lampung. Community life is usually governed by a kinship system is patrilineal in which the government is set based on customary (then men) in terms of livelihood systems, kinship, and socio-cultural life.<br /><br />Source:<br />• www.pariwisata.lampung.go.id.<br />• www.id.wikipedia.org.<br />• http / / melayuonline.com<br /></span>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-60913001020859973602009-10-02T11:51:00.002+07:002009-10-02T11:55:16.634+07:00<strong><span style="font-size:130%;">Society Origins Lampung</span></strong><br />Language : <a href="http://fakhri-tutor.blogspot.com/2009/09/asal-usul-masyarakat-lampung-asal-usul.html">Indonesia</a><br /><br />Origins Ulun Lampung (Lampung or Ethnic People Lampung) is closely related to Lampung own terms. Lampung word itself comes from the word <span class="fullpost">"Factoring the stomach" which means derived from this height because the Puyang The first Lampung living scale occupied the plateau on the slopes of Mount Brak Pesagi. As I have ever visited Tsing Brak scale after the visit of the Srivijaya and he called To-Langpohwang for residents of this State. In the language of Hokkien, the dialect spoken by I-Tsing To Langpohwang means the person above and as known and upland Pesagi brak scale is the highest peak ground Lampung.<br /><br />Prof. Hilman Hadikusuma in the book (Lampung Customs: 1983) states that the early generations from Lampung Ulun Brak scale, at the foot of Mount Pesagi, West Lampung. The population is inhabited by Tumi Buay led by a woman named Queen Sekerummong. This country has embraced the dynamism of trust, which influenced Bairawa Hinduism.<br /><br />Buay Tumi and then four people can be influenced Islamic carriers from Pagarruyung, West Sumatra who come there. They are Umpu Take a diWay, Umpu Nyerupa, Umpu Pernong and Umpu Belunguh. Fourth Umpu which are part of the embryo axis Brak Pak scale as revealed by ancient manuscripts Kuntara King Niti. But in the book version of King Niti Kuntara, Puyang name is Inder Elephant, Mr. Lang, Sikin, Belunguh, and Indarwati. Based Kuntara King Niti, Prof. Hilman Hadikusuma up Ulun Lampung descendant hypothesis as follows:<br /><br />• Inder Elephant<br />Degree: Umpu Lapah the Way Location: Peak Dalom, Balik Bukit Heredity: People LTD<br /><br />• Mr. Lang<br />Degree: Pernong Umpu Location: Hanibung, Batu Brak Heredity: People Pubian<br /><br />• Sikin<br />Degree: Nyerupa Umpu Location: Looks Siring, Sukau Descendants: Jelma Resources<br /><br />• Belunguh<br />Degree: Belunguh Umpu Location: Recognize, BELALAU Heredity: Peminggir<br /><br />• Indarwati<br />Degree: Princess Moon Position: Cenggiring, Batu Brak Descendants: Tulang Bawang<br /><br />1. Umpu Take a Way In<br />2. Umpu Belunguh.<br />3. Umpu Nyerupa.<br />4. Umpu Pernong.<br /><br />Umpu Ampu comes from the word as it is written on the slate at the bertarikh Pagarruyung 1358 AD Ampu Master is the name for the child of King King Pagarruyung Minangkabau. Arriving at the fourth scale Umpu Brak met a participating Muli accompanying the Umpu he was the Moon. In the fourth Brak Umpu scale is set up a union called pivot, which means Mr. or Four Four Agreed.<br /><br />After the union is strong enough then nations can be conquered Tumi and since then developed a scale of Islam in Brak. Tumi Buay leader of the Kingdom of Brak time scale is a woman named Queen Sekerumong which can eventually conquered by the United pivot Pak. Meanwhile, residents who had converted to Islam fled to the Coastal Krui and continue across to the island of Java and partly to the region of Palembang. The last king of Buay Tumi scale Suik Brak is clumsy with the last territory in the South Coast of Cape Krui-China.<br /><br />Brak scale plateau eventually dominated by four Umpu who accompanied the Moon, The Brak scale was ruled by the four Umpu by using a scale axis Mr. Brak. This embryo Brak Kepaksian scale which is the nation Puyang Lampung. Brak Kepaksian their scale to be four Marga or Kebuayan namely:<br /><br />1. Umpu Take a ruling on the Way Back Kembahang and the Mother Country Hill Peak, this area is called the pivot Buay Take a Way In.<br />2. Belunguh Umpu BELALAU region ruled by Mother Know His country, this region is called the pivot Buay Belunguh.<br /><br />3. Nyerupa Umpu Sukau area ruled by Mother Country Tread Siring, this region is called the pivot Buay Nyerupa<br /><br />4. Pernong Umpu Brak ruled the area with Ms. Stone Hanibung State, this region is called the pivot Buay Pernong.<br /><br />While The Moon get Cenggiring area but then the Moon departs from Brak scale towards the sun alive. And the division was incorporated into the pivot area Buay Pernong because it was close.<br /><br />Tumi tribes who fled occupied kedaerah Krui Coastal clan clan clan retainer Five of Sonneratia, Bandar Marga, Marga Marga Way Laai and Sindi, but then can be conquered by the Lemia Ralang Abstinence from Ranau Lake area with the help of five people from the pivot retainer Brak Pak scale . Of the five people is a retainer of this region is called the courtier courtier Five for the five permanent living in areas that have been conquered<br /><br />In order syiar Islam is not a barrier Belasa Kepampang tree was finally cut down to then made Pepadun. Pepadun the throne can only be used or occupied at the time of the coronation of King of Kings SAIBATIN axis scale Mr. Brak and his descendants descendants. With Belasa Kepampang tree ditebangnya this is a sign of the collapse of the power of tribes Tumi and the loss of animism in the royal schools of scale Brak. Around the early 9th century AD to the scale of the Brak Saibatin create their own characters and figures as a script known Lampung Lampung Had.<br /><br />There are two meanings in interpreting the word Pepadun, namely:<br />1. Dimaknakan as PAPADUN the intention to integrate the validation or recognition to ordain that the king was sitting on it is.<br /><br />2. Dimaknakan as PAADUAN which means the place complained of a case history. It is clear that those who sat on it is where people complain of a thing or a right to render a decision.<br /><br />It's clear that Pepadun function only for the King of Kings who reigned in scale Brak. Reach a consensus on the pivot of the four Pepadun is entrusted to a man named Benyata to store, and was appointed as treasurer Pekon Area, pivot Buay Belunguh and he was given the title of hereditary king.<br /><br />Whenever one of the four Umpu and descendants Pepadun need to convert one's offspring will be taken Pepadun or borrowed should be returned after use. Existence treasurer Benyata entrusted to the eye only to avoid seizure or dispute between the descendants of the descendants axis scale Mr. Brak future.<br /><br />In the year 1939 conflicts arose between the descendants of fighting Benyata oldest offspring or the right to keep Pepadun. So the decision with the approval of the customary density axis scale Mr. Brak and Residency, are stored at home Pepadun straight descent from Umpu Belunguh until now.<br /><br />Source<br />• www.pariwisata.lampung.go.id.<br />• www.id.wikipedia.org.<br />• http / / melayuonline.com </span>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-6678474058998877802009-10-02T11:26:00.002+07:002009-10-02T11:33:52.969+07:00<div align="justify"><strong><span style="font-size:130%;">Literacy, language and dialect Lampung<br /></span></strong></div><div align="justify">Language : <a href="http://fakhri-tutor.blogspot.com/2009/09/aksara-bahasa-dan-dialek-lampung-aksara.html">Indonesia</a></div><div align="justify"><br />Lampung script called Had Lampung is a form of writing that has a relationship with a alphabet Pallawa from South India. <span class="fullpost">Lampung had been created by the pivot Mr. Saibatin at Brak scale in the early 9th Century. Kinds of writing phonetic syllable type which is a vowel, as in Arabic letters using fathah signs on the top row and signs kasrah the bottom row but do not use dammah sign in the front row but using the sign on the back of each sign has its own name .<br /><br />Means Lampung Had two elements which influenced Pallawa script and Arabic letters. Lampung had a form of kinship with the script Rencong Aceh, Bengkulu and Rejang script Bugis script. Lampung had consisted of the main characters, children letters, double letter and the child clusters, there is also a symbol, numbers and punctuation. Lampung had termed KaGaNga written and read from left to right with the Master Letter of 20 fruits.<br /><br />Dr van Royen classify Lampung language in the two sub-dialect dialect dialect BELALAU or fire, spoken by most of the Ethnic Lampung who still adhere to traditional lines and Rules Saibatin and Nyow dialect, spoken by people ABUNG and Tulang Bawang who knew the increase Indigenous Rank the Compensation of Certain developed after Seba conducted by People for Banten LTD.<br /><br />A. BELALAU dialect (dialect of Fire), divided into:<br /><br />1. Slang BELALAU Lampung language with additional specifications and Kembahang Slang Slang Sukau, Spoken by Ethnic Lampung based in West Lampung District of Beyond the Hill District, Batu Brak, BELALAU, Suoh, Sukau, Ranau, Sekincau, SURIAN Building, Way Tenong and Sumber Jaya. South Lampung regency in District Kalianda, mediation, Palas, kike, Katibung, Way Lima, Padangcermin, Kedondong and Gedongtataan. District Tanggamus in District KOTAAGUNG, Semaka, Talangpadang, Cultural, Pardasuka, Upper Semuong, Cukuhbalak and Stage Island. Bandar Lampung in the West Betung Gulf, Gulf South Betung, North Betung Bay, Long, and King KEMILING bases. Banten in the Cikoneng, Bojong, Salatuhur and Tegal in Sub Anyer, Serang.<br /><br />2. Slang Krui Lampung language spoken by ethnic groups in the West Coast of Lampung West Lampung District of the Central Coast, North Coast, South Coast, Work Penggawa, Lemong, Bengkunat and Ngaras.<br /><br />3. Slang rolling Lampung language spoken Lampung Ethnic Communities who live in East Lampung regency in Maringgai Labuhan district, subdistrict and district Jabung Way Jepara.<br /><br />4. Slang Lampung language spoken Right Way Lampung Ethnic Communities residing in the District Right of Way in District Blambangan Umpu, BARADATU, Pakuan Bahuga and Queen.<br /><br />5. Slang Pubian Lampung language spoken by ethnic groups in Lampung are berdomosili South Lampung regency of the Natar, Building and Tegineneng TATAAN. Central Lampung District and District Pubian Padangratu. Bandar Lampung District Kedaton, and Tanjung Karang Sukarame West.<br /><br />6. Languages spoken Sungkay Slang Lampung Lampung Ethnic Based in the North Lampung District includes South Sungkay District, North and Sungkay Sungkai Jaya.<br /><br />7. Language Lampung Jelema Slang Slang Komring Power or spoken by the ethnic community residing in Lampung Muara Dua, Martapura, Komring, King and Kayuagung Cape Province of South Sumatra . </div><div align="justify"><br />B. Dialect LTD (Nyow dialect), divided into:<br />1. Languages Spoken ABUNG Slang Lampung Lampung Ethnicity is based in North Lampung District includes Sub Kotabumi, West LTD, LTD East and South LTD. Central Lampung District Mount Sugih, Punggur, TERBANGGI Great, Seputih Raman, Seputih Many, Seputih Mataram and Rumbia. East Lampung District Sukadana, Metro Kibang, Batang Hari, Sekampung and Way Jepara. Metro City in the Greater Metro District and Bantul. Bandar Lampung in Gedongmeneng and Labuhan Ratu.<br /><br />2. Languages Spoken Menggala Lampung Slang Lampung Ethnic Communities residing in Tulang Bawang district includes Menggala, Tulang Bawang Udik, Tulang Bawang Tengah, the Mountain of Light and Building Aji.<br /><br />Lampung script<br />sara lampung called Had Lampung is a form of writing that has a relationship with a alphabet Pallawa from South India. Kinds of writing phonetic syllable type which is a vowel, as in Arabic letters using fathah signs on the top row and signs kasrah the bottom row but do not use dammah sign in the front row but using the sign on the back of each sign has its own name .<br /><br />Means Lampung Had two elements which influenced Pallawa script and Arabic letters. Lampung had a form of kinship with the characters Rencong, Bengkulu and Rejang script Bugis script. Lampung had consisted of the main characters, children letters, double letter and the child clusters, there is also a symbol, numbers and punctuation. Lampung had termed KaGaNga written and read from left to right with the Master Letter of 20 fruits.<br /><br />Lampung script has undergone developments or changes. Previously Had ancient Lampung much more complex. So that improvements known until now. Had Lampung letters or taught in schools today is the result of these improvements<br /><br />Source<br />www.id.wikipedia.org.<br />http / / melayuonline.com </div></span>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-72119628030952614932009-10-01T13:17:00.002+07:002009-10-01T13:24:58.381+07:00<div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">Ahmad Wahib:</span><br /><span style="font-weight: bold;">Ketika hidup mengajarkannya bermimpi</span><br /><br />Kalau guntur dan hujan bisa bernasyid, mungkin hari ini mereka semua menyenandungkan bait-nya untukku, bukan atas dasar penghiburan, tapi dalam konteks memberi tausiyah keras pada seorang hamba. <span class="fullpost">Kalau pelangi langit muncul hari ini, mungkin warnanya hanya biru, seragam dengan sahabat karibnya, langit, karena merah kuning hijaunya sudah memendam pada keputusasaan berpendar dan kezuhudan pada impian keindahan alam.<br /><br />Karena mungkin futur, sedang menyapaku sekedar.<br />Saya jatuh cinta, sungguh saya jatuh cinta pada seseorang yang pernah hidup dan menuliskan pertanyaan-pertanyaan abadinya untuk dirinya sendiri. Pada sebuah kontroversi bathin antara kecintaan dan ketulusan yang mendalam untuk mempercayai Islam menurut Allah. Keirian tentang sebuah ide-ide yang terbebaskan dalam menulis pergulatan spiritualnya yang secara beruntung ia lukiskan dalam kosa kata maksimal dari seorang pemuda berusia 27 tahun kala itu.<br />Runtunan waktu yang sangat ia ingin temukan adalah proses ketika ia menemukan totalitas pribadi secara bulat, secara tidak sadar atau bahkan mungkin dengan sangat sadar prosentase yang ia cari dalam hal menutupi atau tidaknya pertanyaan-pertanyaan itu tidak akan pernah tertutupi dalam suatu nilai yang mumpuni. Saya tidak membaca catatan hariannya sebagai pergolakan pemikiran Islam, tetapi justru sebagai sebuah kecintaan pada totalitas keRabbaniyahan. Dan Allah sepertinya sangat sayang dengan seorang Ahmad Wahib karena tidak memberikan kesempatan ia “tercemar” dengan menjadi besar karena orang menyanjung kenyelenehan pemikirannya atau membuat ia terkenal karena kenisbian pertanyaan hakikat keagamaannya. Tapi Allah langsung menunjukkan pada pertemuan keabadiannya dan menjawab semuanya pada sebuah ujung abstrak perhentian hidup dunia. Kematian.<br /><br />Menjadi Wahib secara pribadi<br />Pada permohonan yang ia tuliskan, dengan kefahaman bahwa dirinya akan punah dengan perlahan. Seorang Wahib berusaha meneguhkan tapak hidupnya dan keinginannya agar orang lain menilainya sebagai suatu kemutlakan(absolute entity) sehingga Wahib bisa secara tulus memahami manusia sebagai manusia tanpa considerant dari mana ia berasal. Sebagaimana ia ingin dinilai sebagai seorang Ahmad Wahib, tidak lebih.(hal-46, 9 Oktober 1969).<br /><br />Kebingungan terbesar seorang individu dalam proses pencarian dan kepenuhan pertanyaan dalam mata hati mereka atau kita adalah ketika kita berusaha menghubungkan Allah kepada batasan-batasan manusia dalam hal waktu. Karena Allah melampaui ruang, sehingga kita seperti tidak bisa menisbahkan batasan-batasan ruang kepada-Nya. Ingin berusaha mendeskriptifkan Allah seperti manusia yang bisa berbicara, mendengar atau berjalan-jalan dan mengendarai kendaraan. Seperti juga, kita tidak bisa berkeras bahwa Allah adalah suatu wujud tiga dimensi atau bahwa Dia berpergian dari satu titik ke titik lain di suatu ruang. Dengan cara yang sama kita tidak bisa menuntut bahwa Allah memiliki masa lalu, sekarang dan masa depan, mengasumsikan bahwa eksistensinya sama dengan eksistensi kita: menurut waktu.<br />Dasar pada pertarungan asumsi dan pemahamannya yang mendekat secara sosiologis dinamis yang menjadikan Wahib begitu bersemangat menanyakan eksistensi keresahan jiwa yang ia miliki.<br /><br />Kerinduan yang sesungguhnya melekat pada jiwa dan aliran darah penghidupannya. Dengan kekerdilan yang diakui dan mencoba untuk tidak disesali Wahib menukar semua kekerdilan itu dengan pertanyaan dan pemahaman tak sempurna seorang hamba.<br /><br />Allah memegang jiwa(orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa(orang) yang belum mati di waktu hidupnya; maka Dia menahan jiwa(orang) yang telah Dia tetapkan kematian-nya dan dia melepaskan jiwa lain sampai waktu yang telah ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir(39:42).<br /><br />Dalam keterjagaan yang panjang ketika ia hidup, Wahib berusaha mensosisalisasikan pemikirannya pada teman-teman diskusinya di Limited Group atau keberadaannya sebagai petinggi HMI. Dan seakan seperti “setengah” disengaja dengan rekayasa kesejarahan hidupnya, kita dapat membaca buah pemikiran dan pengalamannya karena interaksi dengan buku dan manusia dalam sebuah catatan harian yang menggugah dan begitu bebas secara dewasa.<br /><br />Seperti mengajak pada dinamika yang serba lain, Wahib berusaha mendobrak kebuntuan dan kemalasan berfikir muslim secara gamblang. Memaksa mereka yang terlupa untuk bergerak dan menghirup karunia berfikir dan kesempatan mempertanyakan tentang apa yang mereka yakini: Islam sebagai agama das Sollen, filsafat Islam secara universal dan Abadi; das Sein: berubah-ubah, yang ia bahasakan sebagai filsafat Islam yang belum sempurna.<br /><br />Dia mengajak, dengan sedikit memaksa, menyeru masyarakat muslim menjadi educated people. Mengingatkan kaum yang dicintainya dengan segala kekurangan mereka untuk terus mendobrak kebodohan mereka, menjadi pelopor atau inovator, menjadi ekspresif, responsif dan formulatif. Mereka harus kreatif bukan reaktif . Individu yang independent aktif, jujur dan berani serta tidak mencari simpati.<br /><br />Wahib sepertinya ingin menjadi seorang pribadi yang memiliki hak berlebihan demi sebuah kemajuan yang tak kunjung datang. Sadar sepenuhnya atas ketertindasan yang disebabkan kebodohan absolut pada masyarakat muslim secara massive. Ia sadar “penyakit” atas keterbelakangan nyaris sempurna itu harus ia ubah, meskipun masih pada tahap sederhana dengan keterbatasan yang ia miliki atau catatan sederhana dan perannya sebagai “orang lumayan penting” di HMI.<br /><br />Pribadi yang tidak sabar atas kelambanan proses, tata letak dan cara berfikir yang menjadi monoton karena ketidakmampuan dan daya tangkap analisa secara dangkal diaplikasikan secara sembrono oleh rekan kerja, politikus dan masyarakat Wahib secara kontinyu, menjadikan ia terus berusaha berfikir keras tentang bagaimana menjadi “problem solver” atas permasalahan dan kemandegan ide-ide brilliant tentang sebuah perubahan.<br /><br />Wahib mempermasalahkan perhatian yang berlebihan yang ditunjukkan sebagian orang-orang Islam terhadap masalah-masalah hukum agama.(fiqh) dan hampir melupakan masalah-masalah ketuhanan.<br />“Faham kita tentang masalah-masalah ketuhanan yang sangat dangkal, mati tanpa isi, kehilangan intensitas, sedang diatasnya berpijaklah suatu bagunan rumus-rumus fiqh yang kaku, berbelit-belit, mekanis dan tidak absolute. Tidak heran karenanya Islam menjadi “agama patokan”, pagar-pagar batas yang merumuskan ke mana manusia-manusia di seluruh abad harus berjalan dengan mengabaikan sama sekali keunikan dan potensi kreatif yang ada pada setiap pribadi.(hal 60).<br /><br />Dari paragraf diatas tergambar sebuah protes keras atas kekurangan yang secara nyata ditunjukkan oleh masyarakat muslim pada zamannya dan dengan kemungkinan yang besar masih berlanjut hingga saat ini.<br /><br />Dengan “sedikit sombong” dan mencoba menjadi realist Wahib mengemukakan : “ Saya fikir, hukum Islam itu tidak ada. Yang ada ialah sejarah Muhammad; dan dari sanalah tiap-tiap pribadi kita mengambil pelajaran sendiri-sendiri tentang hubungan Tuhan dan sesama manusia.(hal 60).<br /><br />Sebuah kesimpulan reaktif dan penyimpulan atas sebuah asumsi tegas tentang kesamaan Muhammad sebagai seorang manusia yang lahir dan hidup dengan latar belakang sejarah dan budaya yang melingkupinya.<br /><br />Ia memahami tentang pelajaran hidup yang tak pernah selesai melingkari pribadi yang hidup, seperti setengah sadar ia berteriak-teriak protes keras atas kekurangan manusia yang dengan begitu bodoh menunjukkan dan merusak semua sistem yang dibentuk.<br /><br />Wahib haus dan “membutuhkan sangat” atas keidealan formasi sosial kemasyarakatan dan disaat yang sama berusaha memahami keterbatasan Wahib sebagai seorang manusia dan hamba. Sehingga dia berfikir serta berusaha menerjemahkan kondisi di sekelilingnya dan lagi-lagi dengan setengah sembrono menenggelamkan dirinya pada pencapaian cita-cita pada sebuah pola fikir, kadang dirinya sebagian lupa atas proses keseimbangan akan kerja dan fikir, fikir dan berasumsi, fikir dan merealisasi. Fikir dan melakukan, fikir dan bermimpi, fikir dan berhenti bermimpi, lantas melakukan dengan segala kemungkinan energi yang bisa dilepaskan oleh seorang Wahib.<br /><br />Kembali dengan indah dan cerdas ia menterjemahkan kehidupannya pada formula-formula dan strategi yang secara relatif sederhana ia kembangkan lewat tulisan dan pendapat serta keterkekangan bathinnya coba ia tutupi dengan kediaman dalam ketidakpuasan dan sesekali berbicara meskipun tak terpuaskan.<br /><br />Itulah Wahib, Ahmad Wahib. Menurut saya, tidak menurut anda, tidak menurut masyarakatnya, bahkan mungkin tidak dan jelas-jelas tidak menurut Ahmad Wahib sendiri.<br /><br />Berfikir merubah dan “keemohan” stagnansi<br />Ia memulai semuanya dengan penekanan penghindaran terhadap apologia. Apologia yang menyebabkan seseorang menjadi lembek dan miskin keinginan untuk merubah diri dan masyarakatnya. Penekanan atas penghindaran apologia juga dimaksudkan untuk sedikit menghidupkan syaraf-syaraf otak dalam rangka melengkapi dan mengembangkan pemikiran secara bebas terbatas. Agar latihan untuk menjadi manusia non apologis dapat secara intens terlaksana.<br /><br />Ia mengangkat kaum intelektual karena kelebihan mereka untuk bisa berfantasi dan berilmu karena kemampuan mereka menganalisa bersamaan dengan itu menyindir sinis kepada mereka” kaum intelektual” karena menganggap diri mereka telah memiliki “eshtablished thingking” sehingga merendahkan (sangat mungkin secara tidak sengaja) masyarakat “kebanyakan” dengan cara berfikir tanpa merealisasikan.<br /><br />Di sisi lain Wahib seperti ingin membangunkan fikiran-fikiran sederhana “masyarakat kebanyakan” tadi dalam rangka membangun struktur masyarakat yang “much better” dari yang terjadi pada masanya. Disamping keirian pada kesederhanaan berfikir yang sebagian menciptakan totalitas yang sederhana dalam menterjemahkan isi “keagamaan” mereka yang menimbulkan pola sederhana tanpa perlu menjadi “gila” karena pertanyaan “mengapa dan bagaimana” yang terus muncul.<br /><br />Keberanian mengungkapkan yang tidak sempurna yang ia miliki sangat mungkin karena kesabaran yang kurang ia lengkapi.<br /><br />“Tiada keberanian yang sempurna tanpa kesabaran sebab kesabaran adalah yang menentukan lama tidaknya sebuah keberanian bertahan dalam diri seorang pahlawan”.( Anis Matta, Lc).<br />Seperti seumpama tukang batu yang berfikir untuk membangun sebuah istana lalu lupa untuk menjadi “kuli” dalam membangunnya dengan cara menggotong pasir, memilah batu bata teguh dalam sengatan matahari untuk membangun pondasi dan temboknya sampai ia duduk diatapnya dan mencoba menyelesaikannya. Meskipun seringkali sang tukang batu harus cukup puas dengan hidup yang hanya sampai ketika ia membangun pondasi dan dengan usaha untuk membesarkan rongga-rongga kelapangan dada membiarkan orang lain meneruskan usaha dan rencananya.Karena ia harus beristirahat sejenak atau bahkan selamanya. Seperti biasa, lagi-lagi bagian dari sebuah skenario Allah bukan?<br /><br />Ia lalu memulainya dengan mencoba mengagendakan strategi agar ia tidak menemukan sebuah stagnansi. Ia selalu menyemangati dirinya dengan cara terbatas dan kecenderungan tertatih:<br />Aku tidak bisa mengerti keadaan di Indonesia ini. Ada orang yang sudah sepuluh tahun jadi tukang becak. Tidak meningkat-ningkat. Seorang tukang cukur bercerita bahwa ia sudah 20 tahun bekerja sebagai tukang cukur. Penghasilannya tetap sama. Bagaimana ini? Apakah mereka tidak memiliki kegairahan untuk meningkatkan hidupnya sedikit demi sedikit? Mengapa ada orang Indonesia yang sampai puluhan tahun menjadi pekerja kasar yang itu-itu juga. Pengetahuan mereka juga tidak meningkat. Apa bedanya mencukur 3 tahun dengan mencukur 20 tahun. Apa bedanya menggenjot becak setahun dengan sepuluh tahun? Ide untuk maju walaupun dengan pelan-pelan masih sangat kurang di Indonesia ini. ….Bagiku dalam bekerja itu harus harus terjamin dan diperjuangkan dua hal: 1. Penghasilan harus selalu meningkat; 2. Pengalaman dan pengetahuan harus selalu bertambah. Saya kira semangat yang tepat untuk hal ini adalah : membuat hari ini lebih baik dari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Motto seperti ini harus terus dihidupkan dalam jiwa kita. ( hal 214).<br /><br />Itulah Wahib, dengan keengganannya untuk tetap menjadi “biasa”, dengan ke”emoh”annya melihat orang lain bergulat dengan apatismenya. Dan semangatnya untuk tidak melarat dalam hal idealisme.<br /><br />Itulah Wahib, Ahmad Wahib. Menurut saya, tidak menurut anda, tidak menurut masyarakatnya, bahkan mungkin tidak dan jelas-jelas tidak menurut Ahmad Wahib sendiri.<br /><br />Menjadi Politisi Kerdil<br />Dalam perjalanan dan pergulatan keorganisasian di HMI Wahib merenungkan banyak hal. Eksistensinya, cita-citanya, harga dirinya, kontemplasinya tentang pergulatan sejarah yang terjadi di Indonesia pasca Gestapu, dilema pribadinya, sampai pergulatan bathinnya antara menjadi seorang pemikir dan politisi.<br /><br />Kita beku! Dan kita harus melepaskan diri dari kebekuan ini. Kita harus mengadakan eksperimen-eksperimen memperkaya dengan ide-ide segar?Tanpa ide-ide baru, Himpunan Mahasiswa Islam ini akan menjadi himpuanan juru tulis-juru tulis yang mengulang-ulang apa yang telah biasa diperintahkan tuannya. Repetition, nothing but repetition! (hal 273)<br /><br />Ia berbicara tentang Islam sebagai agamanya, politik Indonesia dan perkembangannya sebagai lingkungannya, dan Himpunan Mahasiswa Indonesia sebagai tempatnya berkiprah. Semua protes keras itu membutuhkan jawaban lewat dialog-dialog di mana dia sangat membutuhkannya. Dimana ada pintu lain untuk keluar dari kebekuan yang melilit lingkungannya yang tidak dinamis dalam mengolah pergolakan kesejarahan yang baru.<br /><br />Ketika tidak semua orang di lingkungannya tidak bisa melepaskan dahaga yang mencekatnya, dia berfikir. Hingga terkadang lupa beristirahat untuk menyalurkan kontemplasi pemikirannya lewat dunia luar yang lebih besar dan jauh lebih indah, meski semu.<br /><br />Mengingatkan kita ketika para ahli hukum muslim telah mengelaborasi teori tentang politik keagamaan, mereka menyampaikan dua fakta besar: tentang berbagai penaklukan besar kaum muslim di masa lalu dan ancaman permusuhan terus menerus sepanjang tapal batas imperium Islam.<br /><br />Itulah sebuah gambaran sekilas tentang kebuntuan yang dipertanyakan Wahib, tentang pergulatan yang sebenarnya bisa dicegah sejak garis “start”.<br /><br />Dalam bukunya The Outline of History, H.G. Wells mengemukakan sebuah alasan yang hampir sama:<br />Dan sekiranya pembaca mempunyai angan-angan tentang satu peradaban yang sangat baik, entah Romawi atau Persia, Yunani atau Mesir, yang ditenggelamkan oleh air bah ini, lebih baik ia segera membuang ide itu. Islam menang karena Islam adalah tatanan sosial dan politik terbaik yang diberikan oleh zaman. Islam menang karena, dimanapun ia berada, ia membela orang-orang yang apatis secara politis, dirampok, ditindas, diancam, tidak mendapatkan pendidikan, dan tidak terorganisasi, serta menentang pemerintah-pemerintah yang mementingkan diri sendiri dan tidak sehat, yang tidak memiliki hubungan yang erat sama sekali dengan rakyatnya. Islam adalah sebuah gagasan politik yang paling luas, paling segar, dan paling bersih yang hingga kini telah menunjukkan aktivitas aktualnya di dunia, dan Islam menawarkan hal-hal yang lebih baik daripada peradaban mana pun lainnya kepada ummat manusia<br /><br />Wahib tahu itu, sebagian mungkin karena dogma tapi bagian lain yang lebih besar semata-mata karena pengaruh kepasrahan dan penyederhanaan seorang hamba kepada Allah sebagai Tuhan.<br />Inisiatif, hal itulah yang menjadi “loaded” terbesar dalam jiwanya. Inisiatif melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Ketika dalam beramal, seorang muslim dituntut untuk melakukan inisiatif yang tinggi tanpa perintah siapapun. Itulah Ibda’.<br /><br />Ia sering membahasakan masyarakat muslim yang tidak memiliki inisiatif, baik dalam menjalankan aktivitas agamanya maupun tugas dakwahnya dalam rangka merubah, yang dampaknya terlihat sangat serius. Masyarakat muslim seperti itu akan terus menunggu-nunggu, tidak bergerak kecuali setelah mendapat arahan, anjuran atau perintah pimpinannya. Absurd dan bodoh.<br />Yang kupercaya penuh dari pelajaran-pelajaran keislaman selama ini hanyalah Allah dan Muhammad. Selain itu bagiku tidak mutlak, kondisional. Kupikir, “agama” tidak boleh dimutlakkan (sebagai bentuk dan struktur tertentu) kalau tidak ingin hancur. Yang mutla hanyalah Tuhan, sedang makhlukNya termasuk “agama adalah mati. “agama” disini dipakai dalam pengertian peraturan-peraturan yang dibawa oleh seorang nabi Allah.<br /><br />Tapi dalam kehidupan konkrit, agama itu perlu diberi bentuk. Namun bentuk itu sendiri bukan agama. Demikianlah Islam. Manusia muslim perlu memberikan bentuk pada Islamnya yang tidak berbentuk itu. Dan bentuk tersebut adalah semata-mata urusan pribadi tiap-tiap manusia muslim menurut keunikan –keunikan dalam dirinya, penghayatannya terhadap kehidupan dan penafsirannya terhadap sesuatu bentuk sempurna yang telah pernah ada yaitu “ sejarah Muhammad”.(hal 128)<br /><br />Lagi-lagi bentuk dari keluasan kreatifitas pemikiran seorang Wahib, yang mungkin bagi sebagian orang masuk dalam kategori” mengerikan”, atau terbawa karena pengaruh pergaulan.<br />Itulah Wahib, Ahmad Wahib. Menurut mereka, tidak menurut saya, tidak menurut anda, tidak menurut masyarakatnya, bahkan mungkin tidak dan jelas-jelas tidak menurut Ahmad Wahib sendiri.<br /><br />Tentang Perempuan<br />Beberapa sudut istimewa dalam catatan hariannya menjelaskan secara terpotong beberapa penggal kisah cinta dan romantisme seorang Wahib. Hubungan-hubungan serta perasaan istimewa kepada seorang (atau mungkin beberapa) perempuan. Ketertarikan secara fisik dalam pesona seorang balerina dalam “The First Chamber of Dance Quartet”, Janice Groman, yang mengingatkan dirinya kepada wanita yang pernah dicintainya. Dan mimpi yang diartikan dengan kelembutan yang emosional ketika ia bertemu dengan keteduhan Bunda Maria. Juga tak lupa keterpesonaan dalam dramatisasi cinta Romeo dan Juliet. Ah, cinta… ternyata masih sempat juga berkunjung ke relung pemuda seabstrak beliau.<br /><br />Antara ilmu dan teman putri<br />Ilmuku terasa bertambah dengan cepat akhir-akhir ini sejak membebaskan diri dari “hubungan-hubungan” nuisance dengan beberapa teman putri. Apakah kelembutan wajah itu mengganggu aktivitas mengejar ilmu?(hal-320).<br /><br />Tentang dia yang kucintai<br />Hatiku selalu diliputi keragu-raguan. Ragu-ragu antara dorongan ingin memadu hidup bersamanya dengan perasaan-perasaan kuatir akan kemampuan diri bisa memberikan kebahagiaan kepadanya. Aku ragu-ragu setelah memawas diriku sendiri. (hal-318)<br /><br />Entah apalagi yang akan dituliskan pada catatan hariannya apabila ia sempat menjumpai bidadari langit jelita di akhirat sana. Atau buku-buku berjenis apa lagi yang direncanakan olehnya untuk menjadi bahan bacaan wajib anaknya ketika mereka di Sekolah Dasar sehingga memungkinkan kontemplasi yang lebih menyeluruh ketika buah hatinya duduk di SMA. (mungkin setelah ia menyelesaikan seluruh jadwal dan rencananya lagi yang berantakan karena agenda VCD porno, narkoba dan Inul).<br /><br />Sampai paragraf ini Wahib masih membuat saya terlena karena asyik menerka-nerka seperti apa pendapatnya atau bagaimana dia akan menuliskannya dalam catatan hariannya bila dia sempat hidup pada era 90-an. Era di mana perubahan-perubahan terjadi. Era di mana jilbab menjadi trend di kalangan muslimah, di satu sisi karena pencerdasan atas kefahaman Islam yang meningkat di sisi lain karena faktor-faktor pendorong perubahan sosial ideologis kemasyarakatan yang bergerak secara bersamaan, yang tidak ia dapati di era awal 70-an.<br /><br />Pada tahap itu, mungkin ia akan lebih menjadi pribadi yang tetap melihat substansi yang dibungkus pada tataran syar’i. Karena Alqur’an, demi Alqur’an, sebagai satu-satunya bahasa dan puisi Tuhan.<br /><br />Wahib, sebagai seorang laki-laki, dapat menjadi seorang muslim tanpa harus secara substansial merubah penampilan lahiriahnya dan, karenanya, dapat menyembunyikan identitas keagamaannya bila ia menghendaki. Ia pun menekankan masalah rohani dan hati daripada komitmen fisik seorang muslimah, layaknya liberalis tahun 70-an lainnya.<br /><br />Beberapa pandangan “modern’ lainnya yang berkaitan berusaha menilai secara substantif tentang lahiriah seorang muslimah. Karena ketika mereka melihat para perempuan muslimah mengadopsi gaya busana muslim yang paling konservatif, telah menimbulkan kesulitan luar biasa dan menjadikan mereka sasaran empuk ancaman dan pelecehan.<br /><br />Ketika seorang laki-laki ber-Islam, ia mungkin dipandang eksentrik, sedikit aneh, pemikir bebas, dan beberapa kata-kata berbau kekaguman lain. Ketika seorang muslimah ber”Islam” lengkap dengan penampilannya, ia seakan mendobrak kebudayaan dan peradabannya(dalam beberapa region dan bentuk tertentu), sehingga untuk beberapa bahkan banyak pemikir, konsep Alqur’an ini dan beberapa point lain cukup menjadi point objek yang masuk kategori “askable” dan “debatable”. Mungkin satu alasannya karena “kecintaan’ terhadap keberadaan perempuan itu sendiri dan apriori dengan tujuan melindungi. Lagi-lagi saya asyik berandai-andai tentang beliau, tentang pandangan beliau, dengan point tanpa arahan yang begitu tegas dan jelas.<br /><br />Intinya, Ia sempat menuliskan itu, bait pendek tentang perempuan. Meskipun hingga akhir hidupnya tak sempat ia menggenapkan separuh diennya.<br /><br />Dia bukan dewa, Cuma manusia yang berfikir dan bertanya.<br />Abstrak dan tidak teratur, seperti wajarnya sebuah buku harian yang berisi curahan hati dan pertanyaan-pertanyaan kehidupan dengan penuhnya asumsi dan kebebasan penilaian.<br />Membaca catatan harian ini, sekilas membuat saya terkesima atas persamaan-persamaan dirinya dengan saya bahkan atas perbedaan dalam proses yang begitu rumit yang terjadi antara diri saya pribadi dengan diri Ahmad Wahib. Karena itulah mungkin saya jatuh cinta, pada pertanyaan sederhananya pada kerumitan berfikirnya pada keintelektualannya dalam merangkai dan mempertanyakan “kebusukan” yang menggelora dan hidup di agama dan masyarakatnya.<br /><br />Ia menjadi Wahib yang mungkin berbeda dengan Maryam Jameelah, Muhamad Asa, Malcolm X, Murad Hoffman, Jeffrey Lang, Nuh ha Mim Keller, Craig Owensby, atau contoh lain para muallaf yang sebelumnya merupakan ateis atau agnostik. Mereka mencari kebenaran yang mereka temukan lewat kefahaman dan pemakluman terhap ummat Islam yang tidak sempurna. Wahib lain, ia telah menemukan kebenaran itu, ia hanya mencoba merajutnya menjadi lebih berfungsi dan mendekati sempurna, terkadang lewat pandangan antropomorpis tentang Tuhan, simbolisme dalam ekspresi kemanusiaan dan penjelasan komparatif antara manusia dan keagamaannya, semua menuju pada satu titik dalam rangka pencarian.<br /><br />Bila sedikit mencermati persoalan yang dikajinya berputar pada tiga hal sempit dalam rangka menyikapi tuntutan utama hidupnya yakni makanan(ghidza’ jasa-di), informasi(ghidza’aqli’) dan dzikir(ghidza’ruhi/qalbi).<br />Sejak kecil pergulatannya adalah pesantren dengan didikan seorang ayah yang taat dan kritis. Dengan HMI-nya, Tempo-nya, pola pergaulannya di Asrama mahasiswa Katolik dan perenungan-perenungannya tentang hak setiap manusia sebagai makhluk untuk menjadi bahagia. Serta mengingatkan manusia lain untuk tidak menjadi hakim terakhir atas keputusan final penentuan Surga atau Neraka.<br /><br />Setiap orang berhak dan boleh saja menempatkan pada sikap pro dan kontranya. Toh sepertinya Wahib tidak akan terlalu memusingkan itu bila ia masih hidup, jika saja saya boleh berandai-andai.<br /><br />Menyimpulkan atau tidak menyimpulkan dirinya sebagai pembaharu atau mujaddid karena kehausan akan perubahan yang ia fikirkan. Mungkin ia juga kembali “ngambek” kalau saja tahu HMI dan Freedom Institute dengan berani memperebutkan material sebanyak 30 juta agar mereka yang mengaku intelektual muda berusaha untuk membaca pemikirannya dan berlomba untuk menjadi penyair terbaik dalam rangka memuaskan para juri dan menjadi pemenang final, dikarenakan pencapaian simbol kepuasan berfikir saja, tidak merubah dan berbuat.<br /><br />Itulah Ahmad Wahib dengan pemikirannya, Acak. Dengan nilai-nilai yang ia perjuangkan, Abstrak. Pada pola hidupnya yang cenderung sekuensial. Dan keterbatasan realitas perubahan masyarakat yang ia coba ubah menjadi konkrit dan nyata.<br /><br />Saya berusaha mencermati setiap detail tentang catatan-catatan Ahmad Wahib yang bukan tidak mungkin telah terinterupsi dengan halus oleh “sang editor”. Berusaha mencermati dengan setengah tidak adil dalam rangka memberikan penilaian seseorang yang tidak saya kenal bahkan saya lihat wajahnya secara jelas. Dengan naif dan sok tahu saya berusaha menerjemahkan kehidupannya dengan cara saya. Berusaha menyelami protesnya pada Rabb-Nya, bahasa-bahasanya dalam mengekspresikan hidupnya, kerinduan-kerinduan untuk mencintai dan dicintai serta perasaan-perasaan terdesak dan “dongkol” atas realita yang mengelilinginya. Secara sederhana dan cenderung tidak sempurna.<br /><br />Terlepas dan bebas dari itu semua, toh, saya tetap saja jatuh cinta padanya. Karena Wahib telah mengingatkan saya atas target menjadi “dewasa” yang telah terlewati. Karena Wahib telah menambah Pe er- Pe er besar saya tentang ummat. Karena Ia telah mengajarkan disiplin dalam menuangkan impian-impian saya. Karena saya iri padanya, karena Ia mati muda.<br /><br />Itulah Wahib, Ahmad Wahib. Menurut saya, tidak menurut anda, tidak menurut masyarakatnya, bahkan mungkin tidak dan jelas-jelas tidak menurut Ahmad Wahib sendiri.<br /><br />Sumber : http://anggrekhutan.multiply.com</div></span>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-78490046225627365732009-09-30T21:58:00.003+07:002009-10-02T13:16:25.557+07:00<div style="TEXT-ALIGN: justify"><span style="font-size:130%;"><span style="FONT-WEIGHT: bold">Sekilas Tentang Seni Dan Tradisi</span></span> </div><div style="TEXT-ALIGN: justify">Language : <a href="http://fakhri-tutor.blogspot.com/2009/10/glance-art-and-tradition-language.html">Inggris<br /></a><br />Bangsa Lampung memiliki ragam kesenian yang kaya akan keragaman, keindahan dan keanggunan budaya. Tarian yang dibawakan oleh Muli Meghanai Lampung memiliki ciri khas gerak serta langgam tersendiri. <span class="fullpost">Tarian klasik yang diselenggarakan pada saat upacara kerajaan adalah suatu bentuk tarian yang dikenal dengan nama Tarakot Kataki atau Lalayang Kasiwan yang masing masing diperagakan oleh dua belas Meghanai secara bersama sama sebagian memegang kipas dan sebagian lagi tidak memegang kipas.<br /><br />Ragam tarian lain adalah Tari Tanggai yang ditampilkan oleh satu, dua, atau empat orang Muli yang masing masing memegang kipas. Didalam membawakan Tari Tanggai para Muli ini menggunakan aksesoris berupa kuku kuku panjang yang terbuat dari perak yang dipasang diujung jari para penari. Tari tersebut diiringi oleh irama Gamulan/Kulintang dengan ditingkahi para Meghanai yang membawakan bait tertentu yang dinamakan Ngadidang.<br /><br />Dalam sepuluh hari didalam bulan Syawal diadakan Sekuraan yaitu Festival Topeng yang diselenggarakan sebagai ungkapan suka cita setelah sebulan penuh berpuasa dan mendapatkan Hari Kemenangan. Sekuraan ini diadakan dibeberapa Pekon di Sekala Brak dengan berbagai suguhan Kesenian seperti Silek, Muwayak, Hadra, dan Nyambai oleh para Sekura.<br /><br />Ada dua tipe Sekura yaitu Sekura Helau yang melambangkan kebajikan dan kebijaksanaan dan Sekura Kamak yang melambangkan Ketamakan dan Keangkaramurkaan. Sekura Helau mengenakan kostum yang indah dan bagus seperti bawahan yang mengenakan kain yang bermotifkan Tapis dan atasan yang mengenakan Kain Panjang, sedangkan Sekura Kamak mengenakan Topeng yang menyeramkan dan kostum yang kebanyakan berwarna hitam hitam.<br />Setiap sehari sebelum Idul Fitri dan Idul Adha ada tradisi Ngelemang pada Paksi Paksi di Sekala Brak terutama di Paksi Buay Bejalan Di Way, ada beberapa jenis Lemang seperti Lemang Siwok yang terbuat dari ketan, Lemang Bungking yang terbuat dari ketan–pisang, dan Lemang Ceghughut yang terbuat dari ketan–gula merah. Tradisi ini sebenarnya adalah tradisi lanjutan seperti yang berlaku di daerah Minangkabau.<br /><br />Bangsa Lampung dikenal memiliki kain tenun yang indah dan anggun yang dikenal dengan Kain Tapis. Tapis adalah kain yang agung dan sakral yang pada mulanya hanya dikenakan oleh Para Saibatin dan keluarganya saja terutama dikenakan dalam Gawi dan Upacara adat. Namun dalam perkembangannya Kain Tapis telah diproduksi secara massal sehingga setiap khalayak dapat berkesempatan untuk memiliki dan mengenakannya.<br /><br />Saat ini Kain Tapis telah dikomersialkan dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan telah melanglangbuana hingga ke mancanegara. Kini Kain Tapis telah mengalami perkembangannya hingga semakin variatif dengan berbagai macam bentuk dan telah merambah dunia fasion seperti pakaian dan aksesoris aksesoris yang bermotifkan Tapis.<br />.<br />Sastra lisan<br /><br />Sastra lisan Lampung menjadi milik kolektif suku Lampung. Ciri utamanya kelisanan, anonim, dan lekat dengan kebiasaan, tradisi, dan adat istiadat dalam kebudayaan masyarakat Lampung. Sastra itu banyak tersebar dalam masyarakat dan merupakan bagian sangat penting dari khazanah budaya etnis Lampung.<br /><br />Sastra Lampung adalah sastra yang menggunakan bahasa Lampung sebagai media kreasi, baik sastra lisan maupun sastra tulis. Sastra Lampung memiliki kedekatan dengan tradisi Melayu yang kuat dengan pepatah-petitih, mantera, pantun, syair, dan cerita rakyat<br />Jenis sastra lisan Lampung<br /><br />A. Effendi Sanusi (1996) membagi lima jenis sastra tradisi lisan Lampung: peribahasa, teka-teki, mantera, puisi, dan cerita rakyat.<br /><br />Sesikun/sekiman (peribahasa)<br />Sesikun/sekiman adalah bahasa yang memiliki arti kiasan atau semua berbahasa kias. Fungsinya sebagai alat pemberi nasihat, motivasi, sindiran, celaaan, sanjungan, perbandingan atau pemanis dalam bahasa.<br /><br />Seganing/teteduhan (teka-teki)<br />Seganing/teteduhan adalah soal yang dikemukakan secara samar-samar, biasanya untuk permainan atau untuk pengasah pikiran.<br /><br />Memmang (mantra)<br />Memmang adalah perkataan atau ucapan yang dapat mendatangkan daya gaib: dapat menyembuhkan, dapat mendatangkan celaka, dan sebagainya.<br /><br />Warahan (cerita rakyat)<br />Warahan adalah suatu cerita yang pada dasarnya disampaikan secara lisan; bisa berbentuk epos, sage, fabel, legenda, mite maupun semata-mata fiksi.<br /><br />Puisi<br />Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan seseorang secara imajinatif dan disusun dengan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasikan struktur fisik dan struktur batin.<br /><br />Bentuk-bentuk puisi lisan Lampung<br />Berdasarkan fungsinya, ada lima macam puisi dalam khasanah sastra tradisi lisan Lampung: paradinei/paghadini, pepaccur/pepaccogh/wawancan, pattun/segata/adi-adi, bebandung, dan ringget/pisaan/dadi/highing-highing/wayak/ngehahaddo/hahiwang.<br /><br />Paradinei/paghadini<br />Paradinei/paghadini adalah puisi tradisi Lampung yang biasa digunakan dalam upacara penyambutan tamu pada saat berlangsungnya pesta pernikahan secara adat. Paradinei/paghadini diucapkan jurubicara masing-masing pihak, baik pihak yang datang maupun yang didatangi. Secara umum, isi paradinei/paghadini berupa tanya jawab tentang maksud atau tujuan kedatangan.<br /><br />Contoh:<br />Jak banding sikam jinna<br />Lupa mak singgah jondong<br />Kubimbing niku jinna<br />Mukhawan niku khatong<br />Mawat kutattak lada<br />kammak jukuk ni lamon<br />Mawat kubuka cawa<br />kammak cawa sai temmon<br />Si gisting nangun mikhing<br />jalan berliku liku<br />Najin dunia giccing<br />bacak sapai di niku<br /><br />Pepaccur/pepaccogh/wawancan<br />Pepaccur/pepaccogh/wawancan adalah puisi tradisi Lampung yang berisi nasihat atau pesan-pesan setelah pemberian adok (gelar adat) kepada bujang-gadis sebagai penghormatan/tanda telah berumah tangga dalam pesta pernikahan. Pemberian adok (gelar adat) dilakukan dalam upacara adat yang dikenal dengan istilah butetah atau istilah lainnnya, ngamai dan nginai adek, ngamai ghik ngini adok, dan kabaghan adok atau nguwaghko adok.<br /><br />Pattun/Segata/Adi-Adi<br />Pantun/segata/adi-adi adalah salah satu jenis puisi tradisi Lampung yang lazim di kalangan etnik lampung digunakan dalam acara-acara yang sifatnya bersukaria, misalnya pengisi acara muda mudi nyambai, miyah damagh, kedayek.<br /><br />Contoh pattun/segata:<br />Bukundang Kalah Sahing<br />Numpang pai nanom peghing<br />Titanom banjagh capa<br />Numpang pai ngulih-ulih<br />Jama kutti sai dija<br />Adek kesaka dija<br />Kuliak nambi dibbi<br />Adek gelagh ni sapa<br />Nyin mubangik ngughau ni<br />Budaghak dipa dinyak<br />Pullan tuha mak lagi<br />Bukundang dipa dinyak<br />Anak tuha mak lagi<br />Payu uy mulang pai uy<br />Dang saka ga di huma<br />Manuk disayang kenuy<br />Layau kimak tigaga<br />Nyilok silok di lawok<br />Lentera di balimbing<br />Najin ghalang kupenok<br />Kidang ghisok kubimbing<br />Kusassat ghelom selom<br />Asal putungga batu<br />Kusassat ghelom pedom<br />Asal putungga niku<br />Kughatopkon mak ghattop<br />Kayu dunggak pumatang<br />Pedom nyak sanga silop<br />Min pitu minjak miwang<br />Indani ghaddak minyak<br />Titanom di cenggighing<br />Musakik kik injuk nyak<br />Bukundang kalah sahing<br />Musaka ya gila wat<br />Ki temon ni peghhati<br />Ya gila sangon mawat<br />Niku masangkon budi<br />Ali-ali di jaghi kiri<br />Gelang di culuk kanan<br />Mahap sunyin di kutti<br />Ki salah dang sayahan<br />Terjemahannya:<br />Pacaran Kalah Saingan<br />Numpang menanam bambu<br />Ditanam dekat capa<br />Numpang bertanya<br />Kepada kalian di sini<br />Adik kapan kemari<br />Kulihat kemarin sore<br />Nama adik siapa<br />Agar enak memanggilnya<br />Berladang dimana aku<br />Hutan tua tiada lagi<br />Pacaran dengan siapa aku<br />Anak tua tiada lagi<br />Ya uy pulang dulu uy<br />Jangan lama-lama di ladang<br />Ayam disayang elang<br />Kacau kalau tak dicegah<br />Melihat-lihat di laut<br />Lentera di balimbing<br />Walau jarang kulihat<br />Tapi sering kuucap<br />Kucari ke dasar gelap<br />Asal bersua batu<br />Kucari hingga ke tidur<br />Asal bersua denganmu<br />Kurebahkan tak rebah<br />Kayu di ujung pematang<br />Sejenak aku tertidur<br />Tujuh kali terbangun menangis<br />Layaknya ghaddak minyak*<br />Ditanam di lereng bukit<br />Betapa derita kurasakan<br />Pacaran kalah saingan<br />Sudah lama sebenanya ada<br />Kalau memang lebih perhatian<br />Ya memang tidak<br />Kau menanam budi<br />Cincin di jari kiri<br />Gelang di kaki kanan<br />Maaf semuanya kepada kalian<br />Kalau salah jangan mengejek<br />• nama pohon untuk pelindung tanaman kopi<br /><br />Bebandung<br />Bubandung adalah puisi tradisi Lampung yang berisi pertuah-petuah atau ajaran yang berkenaan dengan agama Islam.<br /><br />Ringget/Pisaan<br />Ringget/pisaan/dadi/highing-highing/wayak/ngehahaddo/hahiwang adalah puisi tradisi Lampung yang lazim digunakan sebagai pengantar acara adat, pelengkap acara pelepasan pengantin wanita ke tempat pengantin pria, pelengkap acara tarian adat (cangget), pelengkap acara muda-mudi (nyambai, miyah damagh, atau kedayek), senandung saat meninabobokan anak, dan pengisi waktu bersantai.<br /><br />Sumber : www.id.wikipedia.org.<br /></div></span>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-89829790659957245512009-09-30T21:54:00.002+07:002009-10-02T12:52:52.413+07:00<div style="TEXT-ALIGN: justify"><span style="font-size:130%;"><span style="FONT-WEIGHT: bold">Falsafah dan Pedoman Hidup Ulun Lampung</span></span></div><div style="TEXT-ALIGN: justify">Language : <a href="http://fakhri-tutor.blogspot.com/2009/10/life-philosophy-and-guidelines-ulun.html">Inggris</a><br /><br />Tandani Ulun Lampung Wat Piil-Pusanggiri Mulia Hina Sehitung Wat Liom Rega Diri Juluq-Adoq Ram Pegung, Nemui-Nyimah Muari Nengah-Nyampor Mak Ngungkung, Sakai-Sambayan Gawi.<span class="fullpost"><br /><br />Falsafah Hidup Ulun Lampung tersebut diilustrasikan dengan lima bunga penghias Sigor pada lambang Propinsi Lampung. Menurut kitab Kuntara Raja Niti, Ulun Lampung haruslah memiliki Lima Falsafah Hidup:<br /><br />1. Piil-Pusanggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri),<br />2. Juluq-Adoq (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya),<br />3. Nemui-Nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi, selalu mempererat persaudaraan serta ramah menerima tamu),<br />4. Nengah-Nyampor (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis),<br />5. Sakai-Sambayan (gotong-royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya).<br /><br />Tujuh Pedoman Hidup Ulun Lampung:<br /><br />1. Berani menghadapi tantangan: mak nyerai ki mak karai, mak nyedor ki mak bador.<br />2. Teguh pendirian: ratong banjir mak kisir, ratong barak mak kirak.<br />3. Tekun dalam meraih cita-cita: asal mak lesa tilah ya pegai, asal mak jera tilah ya kelai.<br />4. Memahami anggota masyarakat yang kehendaknya tidak sama: pak huma pak sapu, pak jelma pak semapu, sepuluh pandai sebelas ngulih-ulih, sepuluh tawai sebelas milih-pilih.<br />5. Hasil yang kita peroleh tergantung usaha yang kita lakukan: wat andah wat padah, repa ulah riya ulih.<br />6. Mengutamakan persatuan dan kekompakan: dang langkang dang nyapang, mari pekon mak ranggang, dang pungah dang lucah, mari pekon mak belah.<br />7. Arif dan bijaksana dalam memecahkan masalah: wayni dang rubok, iwani dapok.<br /><br />Sumber<br />• www.id.wikipedia.org.<br />• http//melayuonline.com<br /><br /></div></span>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-84202343640332941892009-09-30T21:48:00.003+07:002009-10-02T11:40:58.885+07:00<div style="TEXT-ALIGN: justify"><span style="font-size:130%;"><span style="FONT-WEIGHT: bold">Aksara, Bahasa dan Dialek Lampung</span></span> </div><div style="TEXT-ALIGN: justify">Language : <a href="http://fakhri-tutor.blogspot.com/2009/10/literacy-language-and-dialect-lampung.html">Inggris</a></div><div style="TEXT-ALIGN: justify"><br />Aksara Lampung yang disebut dengan Had Lampung adalah bentuk tulisan yang memiliki hubungan dengan aksara Pallawa dari India Selatan. Had Lampung diciptakan oleh Para Saibatin di Paksi Pak Sekala Brak pada awal Abad Ke 9. <span class="fullpost">Macam tulisannya fonetik berjenis suku kata yang merupakan huruf hidup seperti dalam Huruf Arab dengan menggunakan tanda tanda fathah di baris atas dan tanda tanda kasrah di baris bawah tapi tidak menggunakan tanda dammah di baris depan melainkan menggunakan tanda di belakang, masing-masing tanda mempunyai nama tersendiri.<br /><br />Artinya Had Lampung dipengaruhi dua unsur yaitu Aksara Pallawa dan Huruf Arab. Had Lampung memiliki bentuk kekerabatan dengan Aksara Rencong Aceh, Aksara Rejang Bengkulu dan Aksara Bugis. Had Lampung terdiri dari huruf induk, anak huruf, anak huruf ganda dan gugus konsonan, juga terdapat lambing, angka dan tanda baca. Had Lampung disebut dengan istilah KaGaNga ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan dengan Huruf Induk berjumlah 20 buah.<br /><br />Dr Van Royen mengklasifikasikan Bahasa Lampung dalam Dua Sub Dialek yaitu Dialek Belalau atau Dialek Api, yang dipertuturkan oleh sebagian besar Etnis Lampung yang masih memegang teguh Garis Adat dan Aturan Saibatin dan Dialek Nyow, yang dipertuturkan oleh orang Abung dan Tulang Bawang yang mengenal kenaikan Pangkat Adat dengan Kompensasi Tertentu yang berkembang setelah Seba yang dilakukan oleh Orang Abung ke Banten.<br /><br />A. Dialek Belalau (Dialek Api), terbagi menjadi:<br /><br />1. Bahasa Lampung Logat Belalau dengan tambahan spesifikasi Logat Kembahang dan Logat Sukau, Dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomisili di Kabupaten Lampung Barat yaitu Kecamatan Balik Bukit, Batu Brak, Belalau, Suoh, Sukau, Ranau, Sekincau, Gedung Surian, Way Tenong dan Sumber Jaya. Kabupaten Lampung Selatan di Kecamatan Kalianda, Penengahan, Palas, Pedada, Katibung, Way Lima, Padangcermin, Kedondong dan Gedongtataan. Kabupaten Tanggamus di Kecamatan Kotaagung, Semaka, Talangpadang, Pagelaran, Pardasuka, Hulu Semuong, Cukuhbalak dan Pulau Panggung. Kota Bandar Lampung di Teluk Betung Barat, Teluk Betung Selatan, Teluk Betung Utara, Panjang, Kemiling dan Raja Basa. Banten di di Cikoneng, Bojong, Salatuhur dan Tegal dalam Kecamatan Anyer, Serang.<br /><br />2. Bahasa Lampung Logat Krui dipertuturkan oleh Etnis Lampung di Pesisir Barat Lampung Barat yaitu Kecamatan Pesisir Tengah, Pesisir Utara, Pesisir Selatan, Karya Penggawa, Lemong, Bengkunat dan Ngaras.<br /><br />3. Bahasa Lampung Logat Melinting dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Lampung Timur di Kecamatan Labuhan Maringgai, Kecamatan Jabung dan Kecamatan Way Jepara.<br /><br />4. Bahasa Lampung Logat Way Kanan dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Way Kanan yakni di Kecamatan Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga dan Pakuan Ratu.<br /><br />5. Bahasa Lampung Logat Pubian dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomosili di Kabupaten Lampung Selatan yaitu di Natar, Gedung Tataan dan Tegineneng. Lampung Tengah di Kecamatan Pubian dan Kecamatan Padangratu. Kota Bandar Lampung Kecamatan Kedaton, Sukarame dan Tanjung Karang Barat.<br /><br />6. Bahasa Lampung Logat Sungkay dipertuturkan Etnis Lampung yang Berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Sungkay Selatan, Sungkai Utara dan Sungkay Jaya.<br /><br />7. Bahasa Lampung Logat Jelema Daya atau Logat Komring dipertuturkan oleh Masyarakat Etnis Lampung yang berada di Muara Dua, Martapura, Komring, Tanjung Raja dan Kayuagung di Propinsi Sumatera Selatan.<br /><br />B. Dialek Abung (Dialek Nyow), terbagi menjadi:<br /><br />1. Bahasa Lampung Logat Abung Dipertuturkan Etnis Lampung yang yang berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Kotabumi, Abung Barat, Abung Timur dan Abung Selatan. Lampung Tengah di Kecamatan Gunung Sugih, Punggur, Terbanggi Besar, Seputih Raman, Seputih Banyak, Seputih Mataram dan Rumbia. Lampung Timur di Kecamatan Sukadana, Metro Kibang, Batanghari, Sekampung dan Way Jepara. Kota Metro di Kecamatan Metro Raya dan Bantul. Kota Bandar Lampung di Gedongmeneng dan Labuhan Ratu.<br /><br />2. Bahasa Lampung Logat Menggala Dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Tulang Bawang meliputi Kecamatan Menggala, Tulang Bawang Udik, Tulang Bawang Tengah, Gunung Terang dan Gedung Aji.<br /><br />Aksara Lampung<br /><br />sara lampung yang disebut dengan Had Lampung adalah bentuk tulisan yang memiliki hubungan dengan aksara Pallawa dari India Selatan. Macam tulisannya fonetik berjenis suku kata yang merupakan huruf hidup seperti dalam Huruf Arab dengan menggunakan tanda tanda fathah di baris atas dan tanda tanda kasrah di baris bawah tapi tidak menggunakan tanda dammah di baris depan melainkan menggunakan tanda di belakang, masing-masing tanda mempunyai nama tersendiri.<br /><br />Artinya Had Lampung dipengaruhi dua unsur yaitu Aksara Pallawa dan Huruf Arab. Had Lampung memiliki bentuk kekerabatan dengan aksara Rencong, Aksara Rejang Bengkulu dan Aksara Bugis. Had Lampung terdiri dari huruf induk, anak huruf, anak huruf ganda dan gugus konsonan, juga terdapat lambing, angka dan tanda baca. Had Lampung disebut dengan istilah KaGaNga ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan dengan Huruf Induk berjumlah 20 buah.<br /><br />Aksara lampung telah mengalami perkembangan atau perubahan. Sebelumnya Had Lampung kuno jauh lebih kompleks. Sehingga dilakukan penyempurnaan sampai yang dikenal sekarang. Huruf atau Had Lampung yang diajarkan di sekolah sekarang adalah hasil dari penyempurnaan tersebut.<br /><br />Sumber<br />• www.id.wikipedia.org.<br />• http//melayuonline.com<br /><br /></div></span>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-72515661193666392822009-09-30T21:37:00.003+07:002009-10-02T12:41:30.031+07:00<div style="TEXT-ALIGN: justify"><span style="FONT-WEIGHT: bold;font-size:130%;" >Pembagian Wilayah Lampung Berdasarkan Way</span> </div><div style="TEXT-ALIGN: justify">Language : <a href="http://fakhri-tutor.blogspot.com/2009/10/based-on-division-of-lampung-area-way.html">Inggris<br /></a><br />Masyarakat Lampung hidup teratur dengan berpegang kepada norma dan adat perniti baik yang tertulis dalam huruf Lampung Kuno maupun secara lisan secara turun temurun. <span class="fullpost">Kehidupan kemasyarakatan diatur dengan sistem kekerabatan yang bersifat Genealogis Patrilineal dimana pemerintahan dilakukan secara adat terutama yang mengatur sistem mata pencaharian hidup, sistem kekerabatan, kehidupan sosial dan budaya.<br /><br />Secara Harfiah Buway (Bu-Way) berarti pemilik air atau pemilik daerah kekuasaan berdasarkan daerah aliran air atau sungai (Diandra Natakembahang:2005). Pembagian daerah dan wilayah berdasarkan sungai sungai atau way yang ada di Lampung sehingga menjadi beberapa Marga Atau Buway, pembagian ini dimaksudkan agar tidak terjadi perselisihan antar marga atau kebuayan. Pembagian wilayah ini diatur oleh Umpu Bejalan Di Way.<br /><br />A. Wilayah Kekuasaan Kepaksian inti Paksi Pak Sekala Brak:<br /><br />1. Way Selalau<br />2. Way Belunguh<br />3. Way Kenali<br />4. Way Kamal<br />5. Way Kandang Besi<br />6. Way Semuong<br />7. Way Sukau<br />8. Way Ranau<br />9. Way Liwa<br />10. Way Krui<br />11. Way Semaka<br />12. Way Tutung<br />13. Way Jelai<br />14. Way Benawang<br />15. Way Ngarip<br />16. Way Wonosobo<br />17. Way Ilahan<br />18. Way Kawor Gading<br />19. Way Haru<br />20. Way Tanjung Kejang<br />21. Way Tanjung Setia<br /><br />B. Wilayah Kekuasaan Penyimbang Punggawa Melinting:<br /><br />1. Way Meringgai<br />2. Way Kalianda<br />3. Way Harong<br />4. Way Palas<br />5. Way Jabung<br />6. Way Tulung Pasik<br />7. Way Jepara<br />8. Way Kambas<br />9. Way Ketapang<br />10. Way Limau<br />11. Way Badak<br />12. Way Pertiwi<br />13. Way Putih Doh<br />14. Way Kedondong<br />15. Way Bandar Pasir<br />16. Way Punduh<br />17. Way Pidada<br />18. Way Batu Regak<br />19. Way Berak<br />20. Way Kelumbayan<br />21. Way Peniangan<br /><br />C. Wilayah Kekuasaan Penyimbang Punggawa Pubiyan Telu Suku:<br /><br />1. Way Pubiyan<br />2. Way Tebu<br />3. Way Ratai<br />4. Way Seputih<br />5. Way Balau<br />6. Way Penindingan<br />7. Way Semah<br />8. Way Salak Berak<br />9. Way Kupang Teba<br />10. Way Bulok<br />11. Way Latayan<br />12. Way Waya<br />13. Way Samang<br />14. Way Layap<br />15. Way Pengubuan<br />16. Way Sungi Sengok<br />17. Way Peraduan<br />18. Way Batu Betangkup<br />19. Way Selom<br />20. Way Heni.<br />21. Way Naningan<br /><br />D. Wilayah Kekuasaan Penyimbang Punggawa Sungkay Bunga Mayang:<br /><br />1. Way Sungkay<br />2. Way Malinai<br />3. Way Tapus<br />4. Way Tapus<br />5. Way Ulok Buntok<br />6. Way Tapal Badak<br />7. Way Kujau<br />8. Way Surang<br />9. Way Kistang<br />10. Way Raman Gunung<br />11. Way Rantau Tijang<br />12. Way Tulung Selasih<br />13. Way Tulung Biuk<br />14. Way Tulung Maus<br />15. Way Tulung Cercah<br />16. Way Tulung Hinduk<br />17. Way Tulung Mengundang<br />18. Way Kubu Hitu<br />19. Way Pengacaran<br />20. Way Cercah<br />21. Way Pematang Hening<br /><br />E. Wilayah Kekuasaan Penyimbang Punggawa Buay Lima Way Kanan:<br /><br />1. Way Umpu<br />2. Way Besay<br />3. Way Jelabat<br />4. Way Sunsang<br />5. Way Putih Kanan<br />6. Way Pengubuan Kanan<br />7. Way Giham<br />8. Way Petay<br />9. Way Hitam<br />10. Way Dingin<br />11. Way Napalan<br />12. Way Gilas<br />13. Way Bujuk<br />14. Way Tuba<br />15. Way Baru<br />16. Way Tenong<br />17. Way Kistang<br />18. Way Panting Kelikik<br />19. Way Kabau<br />20. Way Kelom<br />21. Way Peti<br /><br />F. Wilayah Kekuasaan Penyimbang Punggawa Abung Siwo Mego:<br /><br />1. Way Abung<br />2. Way Melan<br />3. Way Sesau<br />4. Way Kunyaian<br />5. Way Sabu<br />6. Way Kulur<br />7. Way Kumpa<br />8. Way Bangik<br />9. Way Babak<br />10. Way Tulung Balak<br />11. Way Galing<br />12. Way Cepus<br />13. Way Muara Toping<br />14. Way Terusan Nunyai<br />15. Way Pematang Hening<br />16. Way Banyu Urip<br />17. Way Candi Sungi<br />18. Way Tulung Biuk<br />19. Way Tulung Pius<br />20. Way Umban<br />21. Way Guring<br /><br />G. Wilayah Kekuasaan Penyimbang Punggawa Mego Pak Tulang Bawang:<br /><br />1. Way Rarem<br />2. Way Gedong Aji<br />3. Way Penumangan<br />4. Way Panaragan<br />5. Way Kibang<br />6. Way Ujung Gunung<br />7. Way Nunyik<br />8. Way Lebuh Dalom<br />9. Way Gunung Tukang<br />10. Way Pagar Dewa<br />11. Way Rawa Panjang<br />12. Way Rawa Cokor<br />13. Way Tulung Belida<br />14. Way Karta<br />15. Way Gunung Katun<br />16. Way Malai<br />17. Way Krisi<br /><br />H. Wilayah Kekuasaan Penyimbang Punggawa Komering:<br /><br />1. Way Komering<br />2. Beserta anak sungainya<br /><br />Sumber :<br />• www.tulangbawang.go.id.<br />• www.id.wikipedia.org.<br />• http//melayuonline.com<br /><br /></div></span>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-452998239154763373.post-28375817228062584092009-09-30T21:30:00.003+07:002009-10-02T12:26:29.901+07:00<div style="TEXT-ALIGN: justify"><span style="font-size:130%;"><span style="FONT-WEIGHT: bold">Hirarki Adat dalam Kepaksian</span></span> </div><div style="TEXT-ALIGN: justify">Language : <a href="http://fakhri-tutor.blogspot.com/2009/10/traditional-hierarchy-in-kepaksian.html">Inggris<br /></a><br />Seperti telah diterangkan terdahulu Pepadun dibuat dari Belasa Kepampang yang dibuat sedemikian rupa menjadi singgasana tempat bertahtanya Raja yang dinobatkan di Paksi Pak Sekala Brak. <span class="fullpost">Ketetapan adat bahwa hanya keturunan yang lurus dan tersulung dari Paksi Pak Sekala Brak yang berhak untuk dapat duduk diatas Pepadun itu dalam gawi penobatan Raja sebagai Saibatin. Dengan demikian adat Pepadun seperti yang terdapat di daerah Lampung lainnya tidak seperti daerah asalnya di Sekala Brak.<br /><br />Pertimbangan untuk menaikkan atau menurunkan pangkat adat seseorang dilakukan dalam permufakatan sidang adat dengan memperhatikan kesetiaan seseorang kepada garis dan aturan adat. Jika seseorang dinilai telah memenuhi syarat dan mematuhi garis, ketentuan dan aturan adat, untuk seterusnya keturunannya dapat dipertimbangkan untuk dinaikkan setingkat pangkat adatnya. Namun jika yang terjadi sebaliknya kemungkinan untuk keturunannya pangkat adat itu tetap atau bahkan diturunkan.<br /><br />Pertimbangan yang kedua untuk menaikkan pangkat adat seseorang adalah dengan melihat jumlah bawahan dari seseorang yang akan dinaikkan pangkat adatnya. Seseorang yang yang menyandang pangkat adat atau Gelaran yang disebut ADOK harus memiliki bawahan yang berbanding dengan kedudukan pangkat adatnya.<br /><br />Tingkatan tertinggi dalam adat adalah Saibatin Suntan. Untuk dapat mencapai Gelaran atau Adok dan kedudukan atau pangkat adat ditentukan oleh berapa banyak bawahan atau pengikut dari seseorang. Hirarki Adat dalam Kepaksian Sekala Brak dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah:<br /><br />1. Suttan<br />2. Raja<br />3. Batin<br />4. Radin<br />5. Minak<br />6. Kemas<br />7. Mas<br /><br />Petutughan atau panggilan dalam Masyarakat Adat Lampung adalah berdasarkan hirarki seseorang didalam adat. Untuk panggilan kakak adalah Pun dan Ghatu untuk Suntan, Atin untuk Raja, Udo Dang dan Cik Wo untuk Batin, Udo dan Wo untuk Radin, Udo Ngah dan Cik Ngah untuk Minak, Abang dan Ngah untuk Mas serta kakak untuk Kemas. Sedangkan panggilan untuk orang tua adalah Akan dan Ina Dalom untuk Suntan, Aki dan Ina Batin untuk Raja, Ayah dan Ina Batin untuk Batin sedangkan untuk Radin, Mas dan Kimas menggunakan panggilan Mak dan Bak. Panggilan kepada setingkat panggilan orang tua seperti paman dan bibi adalah; Pak Dalom dan Ina Dalom untuk Suntan, Pak Batin dan Ina Batin untuk Raja, Tuan Tengah- dan Cik Tengah untuk Batin, Pak Balak dan Ina Balak untuk Radin, Pak Ngah dan Mak Ngah untuk Minak, Pak Lunik dan Ina Lunik untuk Mas serta Pak Cik dan Mak Cik untuk Kemas. Panggilan untuk kakek-nenek adalah Tamong Dalom dan Kajong Dalom untuk setingkat Suntan, Tamong Batin dan Kajong Batin untuk setingkat Raja dan Batin sedangkan untuk Radin, Minak, Mas dan Kemas menggunakan panggilan Tamong dan Kajong saja.<br /><br />Gelaran atau Adok -DALOM, SUNTAN, RAJA, RATU, panggilan seperti PUN dan SAIBATIN serta nama LAMBAN GEDUNG hanya diperuntukkan bagi Saibatin dan keluarganya dan dilarang dipakai oleh orang lain. Dalam garis dan peraturan adat tidak terdapat kemungkinan untuk membeli Pangkat Adat, baik dengan Cakak Pepadun atau dengan cara cara lainnya terutama di dataran Skala Brak sebagai warisan resmi dari kerajaan Paksi Pak Sekala Brak.<br /><br />Tentang kepangkatan seseorang dalam adat tidaklah dapat dinilai dari materi dan kekuatan yang dapat menaikkan kedudukan seseorang didalam lingkungan adat, melainkan ditentukan oleh asal, akhlak dan banyaknya pengikut seseorang dalam lingkungan adat. Bilamana ketiganya terpenuhi maka kedudukan seseorang didalam adat tidak perlu dibeli dengan harta benda atau diminta dan akan dianugerahkan dengan sendirinya.<br /><br />Kesempatan untuk menaikkan kedudukan seseorang didalam adat dapat pula dilaksanakan pada acara Nayuh atau Pernikahan, Khitanan dan lain lain. Pengumuman untuk Kenaikan Pangkat ini, dilaksanakan dengan upacara yang lazim menurut adat diantara khalayak dengan penuh khidmat diiringi alunan bunyi Canang disertai bahasa Perwatin yang halus dan memiliki arti yang dalam.<br /><br />Bahasa Perwatin adalah ragam bahasa yang teratur, tersusun yang berkaitan dengan indah dan senantiasa memiliki makna yang anggun, ragam bahasa ini lazim digunakan dilingkungan adat dan terhadap orang yang dituakan atau dihormati. Sedangkan Bahasa Merwatin adalah ragam bahasa pasaran yang biasa digunakan sehari hari yang dalam perkembangannya banyak dipengaruhi oleh bahasa bahasa lain.<br /><br />Prosesi kenaikan seseorang didalam adat dihadiri oleh Saibatin Suntan atau Perwakilan yang ditunjuk beserta para Saibatin dan Pembesar lainnya. Dari rangkaian kata kata dalam bentuk syair dapat disimak ungkapan “Canang Sai Pungguk Ghayu Ya Mibogh Di Dunia Sapa Ngeliak Ya Nigham Sapa Nengis Ya Hila”<br /><br />Terjemahannya bebasnya bermakna “Bunyi Gong Laksana Suara Pungguk Yang Syahdu Merayu, Gemanya Terdengar Keseluruh Dunia, Siapa Yang Melihat Ia Terkesima Dan Rindu, Siapa Yang Mendengarnya Ia Akan Terharu”. Ini bermakna bahwa pengumuman kenaikan kedudukan seseorang didalam adat telah diumumkan secara resmi.<br /><br />Tentang adanya penggunaan Pepadun di daerah Lampung lainnya dimana kedudukan didalam adat itu dapat dibeli atau menaikkan kedudukan didalam adat dengan mengadakan Bimbang Besar. Cakak Pepadun di wilayah ini dapat dianalisa awal pelaksanaannya sebagai berikut –Warga Negeri yang memiliki hubungan genealogis dari salah satu Paksi Pak Sekala Brak dan beberapa kelompok pendatang dari daerah lain yang menempati wilayah yang baru ini tentu jauh dari pengaruh Saibatin serta Garis, Peraturan, dan Ketentuan adat yang berlaku dan mengikat.<br /><br />Ditempat yang baru ini tentu dengan sendirinya harus ada Pemimpin dan Panutan yang ditaati oleh kelompok kelompok ditempat baru itu untuk membentuk suatu komunitas baru dan orang yang dipilih sebagai Pimpinan Komunitas ini dipastikan orang yang meiliki kekayaan dan kekuatan untuk dapat melindungi komunitasnya. Karenanya pada daerah Lampung tertentu dapat saja seseorang yang tidak memiliki trah bangsawan mengangkat dirinya menjadi pemimpin atau kepala adat dengan kompensasi tertentu.<br /><br />Cara cara pengangkatan diri ini mengambil contoh penobatan Saibatin Raja dari daerah asalnya Paksi Pak Sekala Brak, pada masa berikutnya peristiwa Cakak Pepadun telah menjadi kebiasaan dan diteruskan sampai sekarang. Di wilayah baru ini rupanya tidak ada larangan tentang Pangkat Adat dengan melihat kenyataan yang ada bahwa Gelaran Gelaran atau Adok yang Sakral dan dipegang teguh di Paksi Pak Sekala Brak ternyata bahkan menjadi suatu gelaran umum di daerah ini.<br /><br />Setelah soal naik Pepadun dengan tidak ada dasar ini menjadi suatu perlombaan yang hebat dikalangan khalayak, kesempatan ini digunakan oleh pasa penyimbang untuk mencari kekayaan dan setelah itu meningkat sedemikian rupa hingga mendatangkan kerugian yang besar bagi khalayak didalam mengadakan Bimbang Besar. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Pemerintah Belanda dengan memfasilitasi tindakan tindakan kearah ini.<br /><br />Pada zaman imperialis hal ini dimanfaatkan oleh kaum imperialis dengan memecah belah Bangsa Lampung sehingga perbedaan yang ada digunakan sebagai umpan untuk memperuncing pertentangan diantara Bangsa Lampung sendiri terutama didalam Adat. Belanda menggantikan kedudukan Raja dengan kedudukan sebagai Pesirah. Bentuk pemerintahan yang tadinya dijalankan dalam tatanan kemurnian dan keluhuran Adat perlahan diarahkan untuk mengikuti kepentingan Belanda.<br /><br />Sumber :<br />• www.lampungtengah.go.id.<br />• www.tulangbawang.go.id.<br />• www.id.wikipedia.org.<br />• http//melayuonline.com<br /><br /></div></span>afta ku bersamahttp://www.blogger.com/profile/02651392888908415494noreply@blogger.com0