Musik Bambu Hitada Kesenian Tradisional Maluku Utara
Salah satu kelompok musik di Maluku Utara sedang memaikan Musik Bambu Hitada
A. Asal-usul
Kebudayaan merupakan hasil dari interaksi antara manusia dengan Tuhannya, antara manusia dengan sesamanya, dan antara manusia dengan alam dimana mereka hidup. Oleh karena pola-pola interaksi yang terjadi berbeda-beda, maka kebudayaan yang dihasilkan berbeda-beda dan mempunyai keunikan masing-masing. Salah satu kebudayaan yang cukup unik tersebut adalah Musik Bambu Hitada. Musik tradisional ini merupakan salah satu kesenian tradisional masyarakat Halmahera, Maluku Utara.
Menurut Tengku Ryo, musik tradisional lahir dari proses panjang interaksi manusia dengan alam. Oleh karena alam yang menjadi sumber inspirasi berbeda-beda, maka musik yang dihasilkannyapun juga berbeda-beda, tidak hanya pada bunyi-bunyiannya, tetapi juga pada alat-alat yang digunakan untuk menghasilkan bunyi-bunyian tesebut. Lebih lanjut, Tengku Ryo mengatakan bahwa musik tradisional tidak saja digunakan untuk hiburan, tetapi juga digunakan oleh masyarakat yang memegang teguh tradisi untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Mereka berkomunikasi dengan Tuhan menggunakan irama musik dan nyanyian (Wawancara dengan Tengku Ryo, 15 Mei 2009).
Pendapat Tengku Ryo di atas dapat kita gunakan untuk membaca sejarah munculnya kesenian tradisional, seperti halnya Musik Bambu Hitada yang pada kesempatan kali ini menjadi fokus pembahasan. Bambu bagi masyarakat Halmahera, tidak saja dapat digunakan sebagai bahan baku untuk membuat rumah, pagar, tiang, dipan, rakit sungai, dan permainan bambu gila, tetapi juga dapat dimanfaatkan sebagai alat musik. Kesenian dengan bambu sebagai peralatan utamanya oleh masyarakat Halmahera disebut Musik Bambu Hitada atau Hitadi (http://busranto.blogspot.com, http://ternate.wordpress.com).
Bagi masyarakat Halmahera, Musik Bambu Hitada merupakan hasil kreativitas yang tidak saja berfungsi untuk menghibur masyarakat, tetapi juga untuk kelengkapan upacara, seperti upacara perkawinan dan upacara syukuran hasil pertanian. Seiring perkembangan zaman, dan semakin gencarnya musik-musik modern memasuki relung-relung kehidupan masyarakat desa, musik tradisional, seperti halnya Musik Bambu Hitada, semakin tersisihkan. Selain tersisihkan, fungsi musik tradisional ini juga mengalami reduksi, dari musik sakral-profan menjadi sekedar musik profan yang sengaja diproduksi untuk kepentingan pasar. Jika pada awalnya Musik Bambu Hitada berada pada ranah sakral-profan, maka saat ini telah mengalami reduksi fungsi sehingga hanya berada di ranah profan.
Kondisi ini harus disikapi secara arif dan bijaksana oleh segenap stake holder agar musik tradisional, seperti Musik Bambu Hitada, tidak musnah tergilas musik modern yang lebih canggih dan tidak kehilangan fungsi-fungsi tradisionalnya. Menurut penulis, ada tiga hal yang harus dilakukan untuk menyelamatkan Musik Bambu Hitada. Pertama, perlu ditumbuhkan rasa memiliki masyarakat, khususnya anak-anak, terhadap Musik Bambu Hitada. Sejak dini anak-anak harus dikenalkan tidak saja kepada bagaimana membuat dan memainkan Musik Bambu Hitada, tetapi juga nilai-nilai apa saja yang dikandungnya.
Kedua, melakukan pengembangan Musik Bambu Hitada sehingga dapat diterima oleh masyarakat, namun harus tetap berlandaskan nilai-nilai lokal. Munculnya kelompok-kelompok Musik Bambu Hitada merupakan fenomena positif terhadap keberlangsungan musik ini. Namun pengembangan harus dilakukan secara hati-hati agar Musik Bambu Hitada tidak kehilangan ruhnya.
Ketiga, mengembangkan dan mengemas Musik Bambu Hitada menjadi paket-paket wisata. Dengan cara ini, Musik Bambu Hitada akan mampu menjadi penopang kebutuhan ekonomi para pelestarinya. Agar mampu menjadi paket-paket wisata yang menarik, maka pemerintah harus memfasilitasi masyarakat untuk mengasah dan meningkatkan kemampuan memainkan Musik Bambu Hitada, serta kemampuan menejerial pengelolaan kelompok musik.
B. Peralatan
Untuk memainkan Musik Bambu Hitada, peralatan-peralatan yang diperlukan antara lain (http://busranto.blogspot.com, http://ternate.wordpress.com):
* Ruas Bambu. Sebagaimana namanya, maka peralatan utama Musik Bambu Hitada adalah batangan bambu. Batangan bambu yang dijadikan peralatan Musik Bambu Hitada biasanya hanya terdiri dari 2 ruas dan panjangnya tidak lebih dari 1,75 m. Biasanya batang bambu ini sudah sudah dilobangi sesuai nada tone. Agar menghasilkan nada tone yang berbeda-beda, maka ukuran bambu baik panjang maupun besarnya berbeda-beda. Agar tampilan bambu lebih menarik dan indah, permukaan bambu dicat warna-warni.
* Cikir. Alat musik ini terbuat dari batok buah kelapa yang masih utuh. Di dalam batok kelapa tersebut kemudian diisi dengan beberapa butir kerikil bulat atau biji kacang hijau kering. Alat musik ini biasanya juga dicat warna-warni.
Cikir
* Beberapa buah Juk. Alat ini berbentuk gitar kecil yang dibuat sendiri dan dicat warna-warni.
* Satu atau dua buah biola tradisional. Seperti halnya Bambu Hitada, Cikir, dan Juk, biola tradisional ini juga dicat warna-warni.
Biola gesek
* Karung goni. Alat ini dibutuhkan jika Musik Bambu Hitada dimainkan di atas ubin. Dengan kata lain, karung goni dipakai agar ubin dan batang bambu tidak mudah rusak ketika dibenturkan.
C. Pemain
Satu grup kelompok Musik Bambu Hitada biasanya beranggotakan 5 hingga 13 orang. Semakin banyak orang, suara musik yang dihasilkan akan semakin semarak. Biasanya, personel musik ini semuanya laki-laki. Jika pun ada perempuan, biasanya berperan sebagai vokalis, bukan pemain alat musik (http://busranto.blogspot.com, http://ternate.wordpress.com).
Para pemain Musik Bambu Hitada biasanya berjenis kelamin laki-laki
D. Cara Memainkan
Secara garis besar, ada dua tahapan untuk memainkan Musik Bambu Hitada, yaitu tahap persiapan, dan tahap memainkan.
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini, hal-hal yang harus dilakukan antara lain:
* Mengecek peralatan. Peralatan seperti Bambu Hitada, Cikir, Juk, biola tradisional, dan karung goni harus dicek apakah dalam kondisi siap pakai atau tidak. Kesiapan peralatan sangat menentukan sukses tidaknya permainan Musik Bambu Hitada.
* Mengecek personel. Cek personel sangat diperlukan untuk mengetahui kesiapan masing-masing anggota kelompok untuk memainkan alat musik sesuai dengan tugasnya masing-masing.
2. Tahap memainkan
Setelah semua peralatan dan para pemain musik telah siap, maka permainan Musik Bambu Hitada bisa segera dimulai. Dalam permainan musik ini, setiap orang hanya mampu memegang dua batang bambu yang masing-masing hanya memiliki nada satu tone.
Semua alat musik dimainkan secara bersamaan sehingga menghasilkan satu irama musik yang enak didengar. Batang bambu dibunyikan dengan cara dibanting tegak lurus di tanah. Jika di atas ubin, maka di atas tersebut diberi alas karung goni. Tujuannya untuk meredam efek dari benturan dua benda keras (bambu dan ubin). Cikir dibunyikan dengan digoyang-goyang, juk dengan cara dipetik, dan biola tradisional dengan cara talinya dipukul-pukul.
E. Nilai-nilai
Musik Bambu Hitada merupakan bagian dari khazanah kebudayaan Halmahera, Maluku Utara. Musik ini merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Halmahera. Nilai-nilai tersebut di antaranya adalah: nilai sakral, kreativitas, kebersamaan, dan ketaatan kepada sistem.
Pertama, nilai sakral. Walau kini Musik Bambu Hitada lebih menonjol aspek hiburannya, tetapi pada awal perkembangannya, musik ini menjadi pelengkap upacara-upacara sakral, seperti upacara perkawinan. Sebagai pelengkap upacara-upacara, maka dengan sendirinya Musik Bambu Hitada menjadi benda sakral. Posisi sakral Musik Bambu Hitada harus disikapi secara cerdas. Menurut penulis, label sakral ibarat pisau bermata dua. Ia dapat menjadi benteng perisai musik ini sehingga tidak punah pada satu sisi, dan menjadi penghambat perkembangan musik ini.
Kedua, nilai kreativitas. Keberadaan Musik Bambu Hitada merupakan salah satu bukti kreativitas masyarakat Halmahera. Bagi masyarakat Halmahera, bambu tidak sekedar bahan baku untuk membuat rumah dan benda-benda lainnya, tetapi juga dapat menjadi media untuk berkreativitas dalam berkesenian. Selain itu, Musik Bambu Hitada juga menjadi media kreatif untuk membangun relasi sosial dengan masyarakat pada satu sisi, dan melakukan komunikasi dengan sakral, sebagai mana disebutkan pada nilai sakral di atas, pada sisi yang lain.
Ketiga, nilai kebersamaan. Di tengah kondisi masyarakat yang semakin individualis, Musik Bambu Hitada mengajarkan kepada kita untuk senantiasa membangun kebersamaan dengan pihak lain. Tanpa kebersamaan, tidak mungkin Musik Bambu Hitada menghasilkan irama musik yang menarik. Dalam kebersamaan, kita dituntut untuk tidak saja menghormati orang lain, tetapi juga rela dengan peran-peran yang dilakukan masing-masing personel.
Keempat, ketaatan kepada sistem aturan. Setiap orang harus taat dan mematuhi sistem aturan yang berlaku. Dengan cara ini, niscaya akan tercipta tata kehidupan yang tertib. Musik Bambu Hitada mengajarkan kepada kita agar senantiasa patuh dan taat terhadap ketentuan yang telah ditetapkan, baik menyangkut mikanisme memainkan alat, atau sistem organisasi permainan. Apa jadinya jika masing-masing personel Musik Bambu Hitada membuat aturan sendiri? Tentu sebuah irama musik yang sumbang dan tidak akan enak untuk didengar.
F. Penutup
Musik Bambu Hitada merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang di masyarakat Halmahera. Melalui musik tradisional ini, kita dapat melihat bagaimana keyakinan, kreativitas, dan kebersamaan masyarakat Halmahera. Selain itu, melalui musik ini kita juga dapat melihat ketaataan masyarakat Halmahera terhadap sistem yang mereka buat.
Dengan melihat begitu kayanya nilai-nilai yang terkandung dalam Musik Bambu Hitada, maka sudah seharusnya jika para pemangku kepentingan bersama-sama melakukan upaya-upaya konstruktif untuk melestarikan dan mengembangkan Musik Bambu Hitada. Oleh karena Musik Bambu Hitada merupakan pengejawantahan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat, maka pengembangan musik ini harus berlandaskan kepada nilai-nilai lokal tersebut. Apalah artinya musik ini lestari jika kehilangan ruhnya untuk membuat orang patuh kepada Tuhannya, menginspirasi masyarakat untuk berkreativitas, menjadi modal untuk membangun kebersamaan, dan menjadi kaca benggala dalam membangun ketaatan kepada aturan yang berlaku.
Disunting dari : www.melayuonline.com